tirto.id - Kuasa hukum warga Kulon Progo akan mengajukan judicial review (JR) atau uji materi atas Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017, khususnya dalam Pasal 30 1a dan turunannya pasal (2) yang mencantumkan pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA), di Kulon Progo, Yogyakarta, karena bertentangan dengan sejumlah peraturan lainnya.
“Besok kami akan ajukan ke Mahkamah Agung,” kata salah satu kuasa hukum warga Kulon Progo, Yogi Zul Fadhli, saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu (27/3/2019).
Yogi menjelaskan, Peraturan Pemerintah tersebut berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Pengadaan tanah, selama prosesnya, pendekatan yang digunakan oleh negara adalah represif. Beberapa kali warga mengalami intimidasi kekerasan oleh aparat negara. Bagaimana aparat kemudian bekerja untuk melaksanakan proyek ini,” jelas Yogi.
Permasalahan selanjutnya yang ditemukan oleh Yogi, adalah lokasi pembangunan skala besar, yakni bandara, yang justru dilakukan di kawasan rawan bencana gempa dan tsunami.
“BNPB sudah membuat daftar wilayah yang punya kerentanan bahaya bencana tsunami, di dalam list itu, di 5 desa terdampak [pembangunan bandara NYIA] itu sebagai rawan tsunami dengan tingkat tinggi,” kata Yogi.
Dengan itu Yogi menilai, bahwa pembangunan bandara NYIA tersebut justru berbahaya karena tidak sepatutnya pembangunan skala besar dilakukan di wilayah rawan bencana.
Jika pembangunan terus dilakukan, kaya Yogi, maka sama saja dengan pemerintah menjerumuskan warganya dalam bahaya besar.
“Negara ketika mengabaikan aspek bencana ini seolah negara sedang menjerumuskan masyarakatnya ke sesuatu yang membahayakan,” ujar Yogi.
“Artinya hal ini seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi negara,” tambahnya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno