tirto.id - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodawardhani menyayangkan ada upaya pengibaran bendera bintang kejora di KJRI Melbourne. Menurut Dani, sapaan Jaleswari, aksi pengibaran bendera bintang kejora tidak dapat dibenarkan dalam hukum internasional.
"Insiden yang terjadi di KJRI Melbourne, tidak dapat dibenarkan dan bertentangan dengan hukum internasional," kata Dani dalam keterangan tertulis, Jumat (4/12/2020)
Dani menuturkan, Konvensi Wina tentang hubungan konsuler serta kebiasaan hukum internasional sudah sepakat daerah konsulat jenderal harus dihormati. Area tersebut tidak boleh diganggu gugat hingga diterobos dan disusupi tanpa izin.
Menurut Dani, Australia harus bertindak tegas dan bertanggung jawab atas insiden tersebut.
"Negara penerima, dalam hal ini Australia, memiliki kewajiban berdasarkan hukum internasional untuk menjaga keamanan dari area Konsulat Jenderal Republik Indonesia," kata Dani.
Bendera Bintang Kejora sempat berkibar di KJRI Melbourne, Selasa (1/12/2020). Bendera ini berkibar di dalam lingkungan KJRI Melbourne diikuti dengan tulisan "TNI Out Stop Killing Papua". Momen tersebut diabadikan di media sosial dan sempat viral pada saat perayaan yang disebut pemerintah Indonesia sebagai HUT OPM.
Sebelumnya, Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda mengumumkan, sejak 1 Desember 2020 pihaknya menyatakan pembentukan Pemerintah Sementara West Papua (menyangkut Papua dan Papua Barat). Bagi dia, pengumuman itu menandai intensifikasi perjuangan melawan penjajahan Indonesia di wilayah Papua yang berlangsung sejak tahun 1963.
“Kami siap untuk mengambil alih wilayah kami, dan kami tidak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta. Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” ujar Wenda dalam keterangan tertulis di laman resmi ULMWP.
Pemerintah Sementara ini menyatakan kehadiran negara Indonesia di Papua Barat adalah ilegal. Mereka menolak hukum apapun, pengenaan apapun oleh Jakarta, dan tidak akan mematuhinya.
Wenda dan jajarannya menolak perpanjangan Otsus Papua, bersama dengan para pemimpin gereja Protestan dan Katolik, kelompok masyarakat, dan 102 organisasi yang mendukung petisi massa menentang pembaruannya.
Menurut dia, Pemerintah Sementara ini memiliki konstitusi, hukum, dan pemerintahan sendiri sekarang. Maka saatnya negara Indonesia angkat kaki. Ada tiga hal jadi dasar gerakan, seperti Pemerintahan Sementara dibentuk untuk mencapai referendum dan Papua Barat merdeka; Republik Papua Barat masa depan akan menjadi ‘negara hijau’ pertama di dunia; dan kerusuhan selama berbulan-bulan telah memperkuat tuntutan untuk kemerdekaan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri