tirto.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah menyampaikan sejumlah kritik pada pemerintah mengenai tindakan penanganan gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam Rapat Konsultasi DPR mengenai penanganan bencana gempa Lombok.
Kritik Fahri Hamzah yang pertama yaitu menurutnya isi Instruksi Presiden (Inpres) mengenai rehabilitasi dan pemberian bantuan kepada masyarakat pasca gempa di Lombok, NTB, belum mencakup semua wilayah terdampak gempa.
"Inpres juga belum menyebutkan kementerian yang penting dimasukkan, seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Pariwisata," ujar Fahri di Ruang Rapat Pansus DPR Jakarta pada Senin (10/9/2018).
Fahri juga meminta pemerintah untuk mengantisipasi pendapatan asli daerah yang tertekan akibat gempa serta mengkritik soal informasi pembiayaan bantuan yang simpang siur.
"Keterangan sebelumnya dana bantuan yang sudah turun Rp1,9 triliun dengan taksiran kerugian Rp7,7 triliun. Kemenkeu awal menyiapkan dana Rp4 triliun untuk pemulihan Lombok, Sumbawa, sebenarnya berapa total anggaran yang dibutuhkan pemerintah untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi penanganan dampak gempa Lombok, Sumbawa?" ungkapnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati melalui akun Facebook miliknya pada Kamis (23/8/2018) menyampaikan sudah ada pencairan dana sebesar Rp985,8 miliar untuk penanganan kondisi darurat dan misi kemanusiaan atas gempa di Lombok. Total yang dicairkan itu terdiri dari Rp557,7 miliar melalui BNPB dan Rp428,1 miliar melalui sejumlah kementerian/lembaga terkait.
Kementerian/lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp230 miliar, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp176,2 miliar, Kementerian Sosial sebesar Rp12,6 miliar, Kementerian Kesehatan sebesar Rp7,8 miliar, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) sebesar Rp1,5 miliar.
"Bagaimana skema penggunaan dan waktu dari penggunaan dana tersebut. Tolong angkanya dijelaskan rinci, angka itu akan dilacak orang karena era terbuka sekarang," ujarnya.
Lebih lanjut, Fahri Hamzah mempertanyakan bantuan untuk rumah rusak akibat gempa. Sebab saat ini, ia menyebutkan baru ada pencairan dana bantuan tahap satu untuk rumah rusak 5.293 unit senilai Rp264 miliar.
"Soal Risha (Rumah Instan Sederhana Sehat) ada kesan di lapangan bahwa uang masyarakat ditahan di rekening hanya karena ada suplier Risha. Padahal keinginan masyarakat membangun rumah sendiri mungkin dengan puing-puing yang ada," ujarnya.
Di lain sisi, ia memahami pemerintah telah menetapkan standar Risha untuk diterapkan di rumah-rumah warga terdampak gempa NTB. Sebab, menurutnya masyarakat kurang memiliki edukasi pembangunan rumah yang baik, tahan gempa.
"Rumah yang rusak kebanyakan rumah yang dibangun masyarakat, komposisinya dari kapur. Kapur lebih banyak dari pada semennya," ucapnya.
Tak hanya itu, Fahri juga menghimbau pemerintah berkonsolidasi untuk mengelola sumber-sumber dana bantuan dengan data yang jelas.
"Pemanfaatan sumber pendanaan antara lain APBN, APBD, APBD Provinsi, kabupaten/kota, APBDes dan dana di luar negara yaitu dana masyarakat. Itu yang harus dikonsolidasikan, perhitungan yang baik untuk recovery kita selanjutnya," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yantina Debora