tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang melakukan verifikasi data sebelum memberikan santunan bagi petugas Pemilu 2019 yang mengalami meninggal dunia maupun sakit karena bertugas.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan verifikasi ini perlu dilakukan demi mendapatkan data-data yang valid soal penerima santunan. Data itu termasuk identitas maupun kondisi kesehatan petugas yang meninggal atau sakit karena bertugas dalam Pemilu 2019.
"Misalnya, ada seseorang meninggal ahli warisnya siapa, tinggalnya di mana, benar enggak dia penyelenggara pemilu, nah kan banyak hal yang harus diklarifikasi," kata Arief di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).
"[Selain itu] Meninggalnya kapan, penyebabnya apa, sakitnya sakit apa, sejak kapan, dirawat di mana," tambah Arief.
Dia menambahkan lembaganya juga sedang menyelesaikan pembuatan petunjuk teknis (juknis) untuk mengatur pemberian santunan.
"Pokoknya ada verifikasi nanti ada kayak petunjuk teknis lah. Juknis sekarang sedang dibuat," ujar Arief.
Hingga Senin (29/4/2019) sore, KPU menerima laporan ada 304 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia. Selain itu, 2.209 anggota KPPS lainnya dilaporkan sakit.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyetujui KPU memberikan santunan sebesar Rp36 juta bagi petugas Pemilu yang meninggal dunia dan Rp30,8 juta untuk cacat permanen.
Sementara santunan bagi petugas pemilu yang mengalami luka berat senilai Rp16,5 juta dan untuk yang luka sedang sebesar Rp8,25 juta.
Namun, Kemenkeu tak memberikan anggaran tambahan untuk KPU guna membiayai pemberian santunan kepada para petugas pemilu yang meninggal dunia dan sakit.
Sekjen KPU Arif Rahman Hakim mengatakan KPU menyiapkan anggaran untuk pembayaran santunan sebesar Rp40-50 miliar. Angka ini akan dioptimalkan dari anggaran yang telah ada saat ini, seperti mengubah pos-pos anggaran yang sudah tak terpakai lagi.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Addi M Idhom