tirto.id - Bupati Klaten non-aktif Sri Hartini kemungkinan akan dijerat oleh kasus dugaan suap lainnya selain kasus korupsi suap menyangkut promosi dan jabatan di Kabupaten Klaten. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini masih menyelidiki informasi dugaan penerimaan lain tersebut.
"Selama proses pemeriksaan, penyidik juga menemukan dan mendalami informasi indikasi penerimaan lain, yaitu terkait dengan dana aspirasi ataupun terkait dengan proyek-proyek di SKPD atau dinas di Pemerintah Kabupaten Klaten," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (17/4/2017).
Dalam penyidikan kasus ini, Senin (17/4/2017) kemarin, KPK memeriksa 13 saksi untuk tersangka Bupati Klaten Sri Hartini terkait dengan indikasi penerimaan suap itu.
"Kami berharap proses penyidikan terhadap Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi suap terkait promosi dan jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten bisa dituntaskan sampai dengan akhir April 2017 untuk masuk pada tahap yang lebih lanjut," kata Febri.
KPK menetapkan Sri Hartini sebagai tersangka dugaan penerimaan suap setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (30/12/2016) di Klaten dengan barang bukti uang senilai Rp2,08 miliar dan 5.700 dolar AS serta 2.035 dolar Singapura, dan buku catatan mengenai sumber uang itu.
Tersangka penerima suap dalam kasus itu adalah Bupati Klaten Sri Hartati. Ia dijerat pasal antikorupsi yang membuatnya terancam pidana paling lama 5 tahun ditambah denda paling banyak Rp250 juta.
KPK telah menjerat Sri dengan sangkaan pelanggaran Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara tersangka pemberi suap yang sudah menjadi tersangka adalah Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan. Ia dijerat pelanggaran Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri