tirto.id - KPK akan periksa Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan CEO PT Blackgold Natural Resources Rickard Phillip Cecil untuk kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IM [Mantan Sekjen Golkar dan Mantan Mensos Idrus Marham] ," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulisnya (03/08/2018).
Febri menerangkan, Nicke dipanggil dalam kapasitasnya sebagai pejabat PLN sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina. Nicke memang pernah menjabat Direktur Pengadaan Strategis 1 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2014. Namun jabatan itu ia emban singkat saja karena pada tahun 2017 ia digeser menjadi Direktur Sumber Daya Manusia PLN.
Selain itu, KPK pun telah memanggil Kepala Satuan Independent Power Producer PLN (Persero) M. Ahsin Sidqi dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso. Keduanya pun diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham.
Bagi Ahsin ini bukan pemeriksaan yang pertama baginya. Sebelumnya ia pun pernah diperiksa untuk kasus yang sama pada 23 Agustus 2018 lalu. Kala itu ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes B Kotjo yang merupakan pemegang saham PT Blackgold Natural Resources.
Demikian pun dengan CEO PT Blackgold Rickard Phillip Cecil sebelumnya ia pernah dipanggil KPK sebagai saksi untuk tersangka Eni Maulani Saragih pada 31 Juli 2018 lalu.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 13 Juli. Saat itu, KPK menangkap Eni Maulani Saragih di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Sebelumnya KPK telah menangkap Budisutrisno Kotjo. KPK sebenarnya sempat mengamankan 13 orang dalam OTT itu. Tapi, 11 orang lainnya hanya menjadi saksi.
KPK lalu menetapkan Eni sebagai tersangka penerima suap. Sementara Budisutrisno Kotjo tersangka pemberi suap. KPK menemukan bukti bahwa Eni menerima Rp500 juta dari Budisutrisno Kotjo.
Uang itu diduga bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek, Rp4,8 miliar. Penerimaan uang itu diduga sudah keempat kalinya. Rinciannya, pada Desember 2017 ada pemberian Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, Juni 2018 Rp300 juta, dan terakhir Rp500 juta.
Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf A atau huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu Johannes dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf A atau huruf B atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yulaika Ramadhani