Menuju konten utama

KPK: Penetapan Tersangka Eddy Dilakukan Secara Kolektif Kolegial

KPK menuturkan penetapan tersangka Eddy dilakukan dengan kolektif kolegia. Tim penyidik juga akan memberikan bukti pada sidang prapedilan selanjutnya.

KPK: Penetapan Tersangka Eddy Dilakukan Secara Kolektif Kolegial
Sidang perdana gugatan pra peradilan Eddy Hiariej di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023). tirto.id/ Ayu Mumpuni

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan jawaban terhadap gugatan praperadilan yang dilayangkan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, dan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan, di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2024).

Kabag Litigasi dan Perlindungan Saksi Biro Hukum KPK, Iskandar Marwanto, menuturkan, gugatan praperadilan Eddy merupakan pengajuan kedua setelah tim eks wakil menteri itu sempat mencabut pengajuan praperadilannya.

Dalam gugatan praperadilan keduanya, Eddy melalui sang kuasa hukum menyatakan bahwa penetapan tersangkanya tidak dilakukan secara kolektif kolegial.

"Pada substansinya [gugatan kedua], permohonan itu ada beberapa pengulangan dari permohonan pertama. Kemudian, kayaknya dia menambah dalil berkenaan dengan kolektif kolegial, apakah keputusan penetapan tersangka itu [Eddy] diambil secara kolektif kolegial atau tidak," kata Iskandar.

Dia menuturkan, tim kuasa hukum Eddy menilai penetapan kliennya sebagai tersangka itu dilakukan setelah eks Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus pemerasan. Kuasa hukum Eddy, kemudian menganggap penetapan tersangka tersebut dilakukan hanya oleh empat pimpinan KPK. Sementara, saat Firli Bahuri masih menjabat, ada lima pimpinan KPK.

Iskandar menilai, walaupun hanya ada empat pimpinan KPK, keputusan tetap dilakukan secara kolektif kolegial.

"Pimpinan KPK itu walaupun empat orang, itu tetap kolektif kolegial. Yang terpenting bahwa itu disetujui secara kuorum. Kuorum itu artinya lebih dari tiga orang [pimpinan], 3-4 orang [pimpinan], itu masih kolektif kolegial, tidak harus lima pimpinan," kata Iskandar.

Iskandar mengatakan, jika keputusan KPK harus menunggu hingga pimpinannya berjumlah lima orang, KPK bakal mati suri. Kasus korupsi di Tanah Air pun bakal meningkat.

Di satu sisi, pihak KPK bakal memberikan pembuktian melalui agenda sidang praperadilan Eddy yang akan digelar 24-26 Januari 2024.

"Hal-hal yang sebelum diangkatnya pengganti Pak Firli dianggap tidak sah, nanti KPK berhenti dong, enggak bisa bergerak. Tentunya itu akan kami buktikan dengan ahli-ahli dan sebagainya," tutur dia.

Diberitakan sebelumnya, Eddy Hiariej mengajukan kembali permohonan praperadilan atas status tersangkanya ke PN Jakarta Selatan. Permohonan praperadilan itu diterima pada 3 Januari 2024.

Dalam gugatan praperadilan ini, Eddy Hiariej memandang penetapan tersangkanya tidak sah karena dilakukan sebelum dilakukan proses penyidikan. Padahal, dalam aturan hukum yang berlaku, penetapan tersangka dapat dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup usai dijalani proses penyidikan.

Eddy Hiariej sendiri ditetapkan sebagai tersangka atas penerimaan uang Rp8 miliar dari pengusaha tambang Helmut Hermawan. Uang diterima melalui asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana, dan pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPEDILAN EDY atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Flash news
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Intan Umbari Prihatin