tirto.id - KPK masih mendalami keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait pembelian pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare apakah ada kesalahan fatal atau tidak. Sebab, menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pembelian tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
"Kita kan mencoba meng-cross check, kita pegang data audit dari BPK, kemudian ditanyakan apakah aturan-aturan yang dipakai BPK untuk membuat itu apakah sudah sesuai dengan (aturan). Atau Pak Ahok punya bantahan dari sudut yang lain, begitu kan?" kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Sejak pukul 09.00 hingga pukul 17.00 WIB, Ahok masih menjalani permintaan keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras di gedung KPK.
"Kita masih penyelidikan, mendalami, kita kan dengarkan dulu kan pemeriksaannya (Ahok) masih belum selesai," tambah Agus.
Sebelumnya KPK meminta keterangan Ketua Yayasan Sumber Waras Kartini Muljadi pada Senin (11/4). "(Kartini diperiksa) salah satunya dalam rangka itu. Penyelidikan kan masih panjang, jadi tidak hanya satu orang," ungkap Agus.
Berkaitan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah RS Sumber Waras, Agus mengatakan, "Oh iya pasti, banyak hal yang diklarifikasi."
Agus menjelaskan tujuan permintaan keterangan itu untuk mengetahui apakah ada kesalahan fatal dalam pembelian tanah itu. "Semuanya kita dalami, ada kesalahan yang fatal atau tidak, atau seperti dilansir BPK memang ada kerugian negara yang terjadi atau tidak. Itu semuanya sedang kita dalami ya," jelas Agus.
Untuk diketahui, kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014. Pada laporan itu disebutkan, BPK menilai pembelian tanah yang dilakukan Pemprov DKI terlalu mahal dan berindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp191,3 miliar.
Dasar penilaian BPK mengacu pada harga pembelian yang dilakukan PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) pada 2013 yakni sebesar Rp564,3 miliar. Belakangan, CKU membatalkan pembelian lahan itu karena tanah yang dibeli tidak bisa diperuntukkan untuk kepentingan komersial.
Namun Ahok menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu sudah tepat. Alasannya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 sudah mencapai Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar sedangkan pada harga pasar, nilainya lebih tinggi.
Meski demikian, BPK tetap merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan Basuki agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.
Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan.
(ANT)