tirto.id - Terdapat banyak pungutan liar (pungli) yang terjadi di Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Hal itu terjadi karena adanya oknum Bea Cukai dan aparat penegak hukum di belakang aksi tersebut. Sehingga diperlukan kerja sama sejumlah pihak untuk memperbaiki kondisi itu.
"Dari apa yang kita kaji di Tanjung Priok, banyak sekali pungli. Ada juga oknum dari Bea Cukai maupun dari aparat penegak hukum yang melindungi pengimpor. Kita akan bicara ke depan, pembenahan sistem, bagaimana sistem importasi dan pungutan Bea Cukai jadi efektif agar produk dalam negeri tidak terganggu, tidak ada disparitas harga mencolok, masyarakat terlindungi, itu yang kami bahas tadi," kata Alexander Marwata dalam diskusi bersama di gedung KPK Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Dalam diskusi yang dihadiri oleh Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi dan sejumlah pejabat Kemenkeu lainnya, Alexander mengungkapkan pihaknya telah memanggil pihak terkait importasi, kebapeanan, pertaninan, perhubungan, termasuk juga kepolisian, TNI. Tujuangnya, agar mampu membenahi yang selama ini salah.
Namun dalam diskusi itu tidak dibahas orang tertentu atau pengusaha nakal. Diskusi tersebut hanya mengidentifikasi masalah untuk membuat program pencegahan. Selain itu, menurut Irjen Kemenkeu Kiagus Ahmad Badaruddin, sistem yang ada saat ini masih harus disempurnakan.
"Kami di Pengawas Internal Keuangan menyangkut masalah bea cukai ini ada dua aspek pertama internal, telah berikan arahan ke dirjen untuk menyempurnakan sistem dan evaluasi dan Irjen selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) membantu monitoring. Sedangkan dari eksternal kami sedang berusaha untuk mencari solusinya. KPK sudah mengkaji dan mengundang pihak terkait," kata Kiagus.
Sejumlah rekomendasi yang diberikan KPK antara lain (1) Perbaikan jalur impor ilegal melalui impor resmi, (2) Mengatasi penyelundupan lewat pelabuhan tikus dengan melanjutkan operasi penindakan yang didukung TNI/Polri. Pemerintah saat ini memang sedang gencar memberantas pungli khususnya dalam sistem distribusi barang produksi dalam negeri.
Pada 11 Oktober 2016 lalu, Satuan Tugas Penindakan Pungutan Liar dari kepolisian menangkap lima pegawai Kementerian Perhubungan terdiri atas dua pegawai negeri sipil, tiga pegawai honorer, dan satu pihak luar dari swasta yang diduga terlibat tindakan pungutan liar (pungli) pengurusan izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Selain itu, polisi juga menyita barang bukti uang tunai Rp61 juta dari lantai 12 Gedung Karya Kemenhub dan Rp34 juta dari lantai 6 Gedung Karya Kemenhub. Selain uang tunai diduga untuk pungli, polisi juga menyita buku tabungan yang diduga merupakan rekening untuk dana pungli dengan saldo Rp1 miliar.
Pungli tersebut ditujukan untuk memudahkan pengurusan surat atau lisensi pelaut dan buku pelaut. Presiden Joko Widodo bahkan sempat meninjau langsung lokasi OTT di Jalan Medan Merdeka Barat tersebut. Pasca OTT itu, Presiden Jokowi membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli) untuk memberantas praktik pungli yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora