Menuju konten utama

KPAI Nilai Sekolah Berperan Penting untuk Hentikan Bullying

Regulasi yang dibuat pemerintah untuk mengatasi perundungan menjadi percuma jika pola pikir guru dan kebijakan pendidikan tidak mendukung pengentasan perundungan.

KPAI Nilai Sekolah Berperan Penting untuk Hentikan Bullying
Ilustrasi perundungan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id -

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, sekolah dan guru memiliki peran penting untuk mencegah terjadinya bullying atau perundungan di sekolah. Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, penting untuk mendidik pola pikir anti-bullying kepada guru-guru di sekolah.

Menurut Retno, penyelesaian bullying ini tidak selesai hanya dengan menurunkan regulasi.

“Kemendikbud hanya memberikan regulasi tapi tidak ada persiapan kepada guru-guru atau orang tua untuk menghadapi bullying, itu sama saja tidak selesai,” katanya di Kantor Dewan Pengurus (DPP) Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada diskusi bertajuk “Stop Bullying di Sekolah” Rabu (4/10/2017).

Orang tua, lanjut Retno, juga memiliki peran untuk mengentaskan bullying lewat pendidikan parenting. “Ini memang berat, tapi kita harus lakukan bersama-sama,” tegas Retno.

Retno mengatakan bahwa selain fungsi sosialisasi, hal yang harus diperhatikan adalah sikap pihak-pihak yang terlibat terhadap kekerasan yang terjadi di sekolah.

“Apa yang dilakukan sekolah atau orangtua jika terjadi bullying? Bagaimana kita menyikapi anak-anak agar tidak trauma atau balas dendam, itu juga menjadi catatan penting,” katanya.

KPAI mencatat, dari total 26.954 laporan yang masuk sepanjang September 2011 sampai dengan September 2017, sebanyak 34% anak berhadapan dengan hukum, laporan yang disebabkan oleh keluarga dan pengasuhan sebanyak 19 %, pendidikan 19%, dan pornografi dan cyber crime sebanyak 9%.

“Dari angka ini, pendidikan, melalui kebijakannya juga melakukan kekerasan terhadap anak,” ujar Retno.

Ia memberikan contoh kasus 7 anak di Tanggerang Selatan yang tidak diterima di salah satu sekolah menengah pertama pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Mereka tidak diterima karena batasan usia sesuai peraturan Kemendikbud, yakni sampai usia 15 tahun. Harusnya kan tidak boleh. Kalau lebih, berarti mereka tidak bisa sekolah dong. Padahal mendapat pendidikan adalah salah satu hak mereka. Ini adalah salah satu bentuk bullying yang disebabkan oleh kebijakan pendidikan,” kata Retno.

Langkah penyelesaian tindak pidana anak di luar pengadilan atau diversi adalah upaya yang baik menurut Retno dalam menyelesaikan kasus kekerasan. “Namun sejauh ini, rehabilitasi itu memerlukan waktu dan biaya yang besar. Tapi ini efektif untuk memberikan pembinaan kepada anak,” ujarnya.

Dalam hal ini, Retno juga menyarankan agar pembuat regulator memikirkan regulasi yang melindungi anak terhadap kekerasan. Memberikan hukuman, menurutnya, adalah hal yang wajib diberikan kepada anak jika melakukan bullying atau kekerasan.

“Tapi hal yang harus dipikirkan adalah memberikan hukuman yang edukatif,” ujar Retno.

Hal ini disetujui oleh Magister Psikologi Sosial Universitas Indonesia dan Wakil Sekretaris Jendral DPP PSI Dandik Eka Rahmaningtyas.

“Bagaimana caranya memberikan anak hukuman yang tidak menghukum mereka. Kalau anak-anak, bisa jadi pelaku itu adalah korban juga. Salah satu caranya adalah dengan menumbuhkan empati sosial. Hukumannya bisa jadi mereka harus merasakan ditempatkan di lingkungan yang beda dengan dirinya, misalnya. Ini memang tidak mudah,” ujar Dandik.

Dandik menganalogikan kasus bullying di Indonesia seperti sebuah mata yang harus dihentikan.

“[Komunitas] Sudah Dong bagus mengambil peran pada tataran sosialisasi. Rehabilitasi masih menjadi tantangan. Kalau mutus mata rantai ini harus bareng-bareng,” ujarnya.

Ia menambahkan, bullying dalam konteks yang lebih luas bisa menimbulkan konflik. “Bullying ini bibit dari intoleransi. Bisa merembet ke stabilitas negara jika tidak diatasi sejak dini,” pungkasnya.

Komunitas anti-bullying Sudah Dong adalah salah satu komunitas berbasis anak muda yang mempunyai aksi positif untuk mengentaskan bullying di Indonesia melalui media sosial. Sebagai salah satu komunitas, Sudah Dong telah menjalankan fungsi sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya bullying.

“Kami bergerak melalui sosial media. Memang sengaja karena kami mendekati generasi muda yang hidupnya dekat dengan gawai dan sosial media,” ujar salah satu relawan Sudah Dong Ira Savitri.

Komunitas ini juga sudah menerbitkan buku berjudul Buku Panduan Melawan Bullying Sudah Dong kepada masyakarat melalui sosial media.

“Selama ini kan di toko buka belum pernah ada buku panduan soal menghadapi bullying ini. Maka itu, kami ingin menyosialisasikan ini kepada masyarakat luas agar lebih peduli terhadap isu bullying yang terjadi di lingkungan sekitarnya,” jelas Ira.

Baca juga artikel terkait BULLYING atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Diana Pramesti
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra