tirto.id - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menemukan solusi agar anak-anak aman di perhelatan sepakbola. KPAI tak ingin tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, terulang.
Sebanyak 131 orang tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya, Sabtu (1/10/2022). Dari jumlah itu, 33 di antaranya meruapakan anak-anak.
"Saya kira penting rekomendasi TGIPF juga memasukkan isu penyelenggaraan perlindungan anak di stadion sepakbola," kata Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi KPAI Jasra Putra dikutip dari Antara, Rabu (5/10/2022).
Belajar dari tragedi Kanjuruhan, Jasra mengatakan harus ada perubahan yang sangat mendasar soal perlakuan keluarga yang membawa suporter anak.
Dari pernyataan orang tua di stadion Kanjuruhan, tujuan mereka membawa anak-anak adalah untuk rekreasi, kebahagiaan, mewujudkan mimpi anak jadi pemain sepakbola, kecintaan anak pada sepakbola, dan keinginan meniru hingga berjumpa bintang sepakbola.
"Artinya harus ada perhatian menyeluruh dari pencarian fakta insiden Stadion Kanjuruhan, agar suporter balita sampai remaja ini, ke depan dapat selamat dalam mengikuti kecintaannya kepada sepakbola," ujar Jasra.
Menurut Jasra, stadion harus memerhatikan kebutuhan keluarga yang menonton baik orang tua, anak dan bayi. Ia menilai penting untuk menyediakan ruang khusus untuk ibu serta anak seperti ruang menyusui, kamar mandi bayi seperti tempat mengganti popok, serta ruang bermain anak yang bisa berfungsi juga dalam situasi darurat.
"Karena itu kewajiban kita semua yang tertuang dalam regulasi yang ada. Termasuk mengatur tiket, akomodasi dan akses yang layak bila menonton bersama keluarga," kata Jasra.
Kementerian Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) sebelumnya melaporkan sebanyak 33 anak tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar merinci 33 anak itu terdiri dari 25 laki-laki dan delapan perempuan. "Per malam ini [Senin, 3 Oktober 2022] 33 anak meninggal," kata Nahar kepada reporter Tirto, Senin malam.
Nahar mengatakan Kementerian PPPA terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dan Dinas pengampu PPPA Kota/Kabupaten untuk menelusuri anak-anak yang menjadi korban kerusuhan di Kanjuruhan.
Data yang dikumpulkan meliputi anak yang menjadi korban tewas, anak yang sedang dirawat, serta anak yang ditinggal oleh salah satu atau kedua orang tuanya akibat tragedi ini.
"Kemen PPPA terus berkoordinasi dengan Pemprov dan Pemkab/Pemkot Malang agar dilakukan juga penelusuran, identifikasi kebutuhan, dan pendampingan bagi anak-anak korban, termasuk pendampingan psikologis," ucapnya.
Nahar memastikan pemerintah telah memberikan santunan kepada keluarga korban tewas.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi ketika ribuan suporter Arema FC, Aremania, merangsek masuk ke lapangan setelah tim kesayangannya kalah 2-3 dari Persebaya pada laga lanjutan Liga 1 Indonesia.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata di lapangan yang membuat banyak suporter pingsan dan sulit bernapas. Gas air mata juga diarahkan ke tribun penonton.
Tembakan gas air mata dan kebrutalan aparat TNI-Polri membuat kepanikan di area stadion. Para penonton kemudian berebut mencari jalan keluar dari stadion. Hal itu membuat banyak dari suporter yang terimpit dan terinjak-injak saat berusaha meninggalkan tribun stadion.
Selain itu, banyak juga korban suporter yang mendapatkan pukulan hingga tendangan dari aparat TNI-Polri yang bertugas di Stadion Kanjuruhan.
Editor: Gilang Ramadhan