Menuju konten utama

Korea Utara yang Melawan Corona COVID-19 dengan Propaganda

Korea Utara mulai meminta bantuan internasional untuk menangani virus Corona kendati bersikeras belum ada temuan kasus positif di negara itu.

Korea Utara yang Melawan Corona COVID-19 dengan Propaganda
pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di sisi perbatasan Korea Utara di desa Panmunjom di Zona Demiliterisasi, Minggu, 30 Juni 2019. Susan Walsh/AP

tirto.id - Kendati bertetangga langsung dengan Korea Selatan, yang per hari ini sudah memiliki kasus positif Corona mencapai 7.313 yang terinfeksi, Korea Utara justru belum dilaporkan ada kasus warganya yang terinfeksi COVID-19.

Namun pada Rabu (4/3/2020), Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan mengirim surat kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Isinya berupa permohonan bantuan dalam menghadapi COVID-19 menyusul spekulasi penyebaran wabah di Korea Utara lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya.

Per 2 Maret 2020, sekitar 7 ribu warga di Propinsi Pyongan Utara maupun Selatan serta Kangwon dilaporkan menjalani karantina di rumah dan berada di bawah pengawasan medis. Demikian yang dilansir Chosun.com.

Tak jelas apa yang dimaksud pihak pemerintah Korut dengan “di bawah pengawasan medis”. Namun otoritas Korea Utara hanya mengklaim bahwa “kebutuhan sehari-hari mereka [yang dikarantina] sudah dipastikan terkirim”.

Demi mengantisipasi penyebaran Corona, Korea Utara sendiri sudah menutup rapat perbatasannya dengan Cina. Namun keputusan itu dinilai sudah terlambat. Virus Corona diprediksi sudah menyebar di negara itu saat pekerja Korea Utara kembali secara massal dari Cina pada akhir tahun lalu.

“Jumlah yang besar terkonfirmasi terinfeksi virus di kawasan pantai barat yang menghubungkan Pyongyang dan Sinuiju,” ujar salah seorang sumber yang dikutip Chosun.com.

Lantaran hal itu, otoritas Korea Utara mengarantina seluruh pekerja hotel di Pyongdok, Dokchon, Sinuiju, Kaechon dan Anju.

Sumber lain mengatakan Korut sempat mendapat bantuan suplai test kit dengan jumlah besar dari Cina awal Februari lalu dan menemukan banyak kasus yang positif terinfeksi. Pada 25 Februari bahkan sempat dilaporkan dugaan ada delapan pasien yang meninggal akibat Corona. Menanggapi itu, pemerintah Korea Utara buru-buru menampiknya.

Lantaran hal itu, mesin propaganda Korut justru dianggap menyembunyikan angka kasus positif Corona yang sebenarnya. Sementara mereka justru berkutat dengan situasi di Korea Selatan.

Minta Bantuan Internasional

Kendati terus menutupi, akan tetapi pemerintah Korea Utara tampaknya sadar diri bahwa pihaknya tak bisa melawan penyebaran virus ini sendirian. Pejabat Kesehatan Korea Utara akhirnya memerintahkan perusahaan dagang untuk mengimpor pakaian pelindung, alat diagnostik dan masker wajah.

Tak hanya mencoba ke Cina, Korut juga menjajal melakukan hubungan dagang dengan Brasil dan India. Pemerintah Korut juga meminta LSM Korea Selatan untuk menyediakan peralatan karantina dan pakaian pelindung.

Hal ini kemudian dipertegas oleh juru bicara Doctor Without Borders yang menyampaikan pada VOA bahwa pihaknya menerima permintaan dari otoritas Korea Utara pada awal Februari demi apa yang mereka sebut “penguatan kapasitas nasional dalam mempersiapkan potensi penyebaran wabah COVID-19”.

“Jadi kami sedang menyiapkan suplai bantuannya. Tidak ada laporan kasus positif maupun suspect dari sana,” imbuh jubir Doctor Without Borders seperti dilansirChosun.com.

Dengan epidemi yang tengah mencengkeram Cina dan menyebar dengan cepat ke Korea Selatan hingga zona demiliterasasi, pemisahan, jika tidak bisa dibilang isolasi, yang dilakukan Korea Utara di satu sisi memberikan sebuah keuntungan. Penyebaran virus menjadi tak terlalu agresif ke negara itu, jika memang hingga saat ini benar-benar belum ada kasus positif yang terkonfirmasi.

Di sisi lain, Washington Post menulis, hal ini akan menjadi bencana bagi Korea Utara jika menemukan celah masuk ke negara Paman Kim itu. Berdasarkan Indeks Keamanan Kesehatan Global, Korea Utara berada di peringkat 193 dari 195 dalam hal sistem kesehatan, menyusul kasus malnutrisi dan TBC yang cukup tinggi.

“Sangat mudah melihat virus itu menyebar melampaui kapasitas mereka merawat pasien-pasien itu,” ujar Kee Park, peneliti Fakultas Kedokteran Harvard yang tengah belajar di Korea Utara.

Ahli lain yang dikutip BBC menyebutkan, sebagian rumah sakit bahkan kekurangan pasokan listrik dan air bersih. Sementara di luar ibukota Pyongyang, tidak ada fasilitas kesehatan yang mumpuni, sehingga jika ada suspect di daerah perdesaan sangat mungkin tidak terdeteksi.

Di atas kertas, Korea Utara menyediakan layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga negaranya, akan tetapi banyak laporan fasilitas itu justru dinikmati oleh sebagian elit saja.

Melawan Virus dengan Propaganda

Pada 22 Januari Korea Utara mulai melarang turis masuk disusul dengan membekukan seluruh penerbangan dan pemberangkatan kereta dari dan ke Korea Utara.

Dikutip dari Washington Post, seluruh turis luar negeri langsung dikarantina dan diplomat asing ditempatkan di kediaman khusus di Pyongyang. Siapapun yang menunjukkan gejala akan dikarantina selama sebulan penuh.

Pada akhir Februari, Kim memperingatkan adanya “konsekuensi serius” jika virus COVID-19 itu masuk ke negaranya. Rodong Sinmun, media propaganda resmi pemerintah menyebut perang terhadap virus ini sebagai sebuah bentuk pertahanan nasional dan memaksa warganya untuk tidak berkumpul di restoran.

Ada kasus atau tidak COVID-19, Korea Utara nampaknya sudah kewalahan dalam menanganinya.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Restu Diantina Putri