tirto.id - Rencana Gubernur Anies Baswedan menggelontorkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk dikelola secara mandiri atau swakelola menuai kontroversi. Anies rencananya akan melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam swakelola ABD lewat proyek tertentu.
“Ada ketentuannya, jadi LMK [lembaga masyarakat kota], kemudian Karang Taruna, PKK [Pembinaan Kesejahteraan Keluarga], itu lah organisasi kemasyarakatan. Nah ini yang saya rujuk,” kata Anies saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).
Anies berencana mengimplementasikan swakelola APBD ini melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Rencana ini merupakan implementasi dari peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah.
Rencana Anies disambut positif oleh Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan anggaran dan program pemerintah merupakan hal baik.
“Dari sisi konsep, menurut kami ini bagus, ada pelibatan masyarakat lewat swakelola,” kata Misbah kepada reporter Tirto, Jumat (15/2/2019).
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi juga melihat pilihan melibatkan PKK atau Karang Taruna dalam program APBD ada baiknya. Edi menilai mereka lebih tahu program apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
“Kalau model kayak PKK kan dia tahu masalahnya di lapangan, mungkin pandangannya Pak Gubernur [begitu]. Mungkin ya,” ujar Prasetya.
Seleksi Ketat
Namun dana swakelola oleh masyarakat ini tidak bisa diberikan sembarangan. Menurut Misbah perlu proses seleksi yang ketat dalam memilih siapa yang berhak mengelola anggaran tersebut.
“LSM [lembaga swadaya masyarakat], masyarakat sipil, dan sebagainya juga punya kapasitas untuk penyelenggaraan program. Seleksinya harus ketat ya,” ujar Misbah.
Misbah menambahkan, pemerintah juga perlu memberikan pelatihan kepada masyarakat dalam pengelolaan anggaran, pelaksanaan program sampai pembuatan laporan pertanggungjawaban. Pemprov DKI harus memastikan ormas yang mengelola anggaran memiliki kapasitas.
Selain memberikan pelatihan, Pemprov DKI juga dinilai perlu melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan masyarakat harus diajak duduk bersama untuk merencanakan penataan kampungnya.
Dengan begitu, kata Gembong, pelibatan masyarakat tidak terkesan hanya bagi-bagi duit.
Potensi Penyelewengan
Rencana pemberian dana swakelola kepada ormas juga dinilai rentan penyelewengan. Prasetyo mengingatkan perlu peraturan yang komprehensif guna mendukung pelaksanaan rencana tersebut. Tujuannya agar swakelola APBD oleh ormas bisa dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
Meski begitu, Prasetyo menyarankan pengelolaan dana swakelola tidak seluruhnya diserahkan pada masyarakat. Ia mengatakan, masyarakat cukup mengelola dan mengawasi pelaksanaan programnya.
“Tapi [masyarakat] tidak bisa menyentuh anggaran,” kata Prasetya.
Namun Misbah tidak sependapat jika potensi penyelewengan hanya terjadi di tingkat masyarakat. Ia mengatakan, potensi penyelewengan bisa datang dari lini mana saja, termasuk Pemprov DKI.
“Untuk potensi penyelewengan, siapa pun pelaksana programnya, tetap ada kemungkinan penyelewengan, baik pemerintah, mitra, atau masyarakat,” kata Misbah.
Atas dasar itu, Misbah mengatakan perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat baik oleh pemerintah, DPRD, Badan Pengawasan Keuangan dan Pengelolaan (BPKP) maupun masyarakat itu sendiri.
“Pengawasan bisa dilakukan oleh masyarakat sendiri lewat audit sosial atau pemerintah,” ujar Misbah.
Sejauh ini, rencana Anies untuk menggelontorkan dana swakelola kepada ormas masih dalam penggodokan. Anies belum bisa menjelaskan bagaimana mekanisme pengawasan terhadap pengelolaan anggaran oleh ormas.
“Belum [pasti bentuk pengawasannya], nanti,” kata Anies.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Gilang Ramadhan