tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan, per 5 Agustus 2016 atau dua hari sejak Posko Darurat Bongkar Aparat didirikan, Lembaga Swadaya Masyarakat itu telah mendapatkan 17 berkas laporan dari individu-individu yang ingin menggugat praktik buruk perlakuan aparat, utamanya kepolisian atas penanganan hukum pada kasus narkotika.
Sebagai catatan, Posko tersebut didirikan dengan tujuan agar aparat di berbagai daerah dalam menangani kasus, seperti perkara narkoba, bisa lebih profesional, tunduk pada hukum, dan mau menjalankan koreksi dengan melibatkan ruang partisipasi publik seluas-luasnya.
Dari ke-17 laporan di atas, KontraS menemukan setidaknya empat wilayah utama yang dominan dilaporkan, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jambi, dan Sumatera Utara.
Saat ini, tim Posko Darurat masih menerima berkas-berkas pengaduan dari masyarakat yang diproses oleh tim data dan analis. Segala hasil, termasuk di dalamnya analisis berkas, catatan variabel akan digunakan untuk memberikan rekomendasi konstruktif kepada lembaga-lembaga penegak hukum dan keamanan terkait.
Tim Posko Darurat Bongkar Aparat juga menegaskan bahwa adalah mutlak untuk melindungi identitas dari setiap pelapor. Kerahasiaan identitas menjadi salah satu prinsip kerja dari Posko Darurat ini agar semua pelaporan tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan imparsialitas dari seluruh organisasi dalam menerima berkas laporan.
Sebelumnya, Koordinator KontraS Haris Azhar menyatakan tidak pernah berniat mencemarkan nama institusi negara, khususnya BNN, Polri, dan TNI, melalui tulisan yang menyebar luas berjudul "Cerita Busuk Seorang Bandit", hasil wawancara dengan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.
"Cerita itu adalah upaya kami untuk memberikan informasi awal," ujar Haris dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/8/2016).
Sebelum dipublikasikan melalui media sosial, tulisan tersebut sejatinya sudah dilaporkan langsung kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo melalui Juru Bicara Johan Budi. Akan tetapi, pemberitahuan KontraS tersebut tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Istana.
Sebagai tindak lanjut, pada tanggal 28 Juli 2016, KontraS pun mengunggah cerita tersebut ke laman resmi Facebook KontraS dan sejak itu langsung menjadi "viral."
Hal itu membuat Haris Azhar dilaporkan oleh tiga institusi negara yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, dan TNI ke Bareskrim Mabes Polri dengan sangkaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
KontraS sendiri menganggap tulisan yang mereka unggah adalah cara untuk mengingatkan otoritas negara mengenai penanganan penyalahgunaan narkoba sekaligus memastikan publik mendapatkan informasi secara terbuka.
"Masyarakat, setiap warga negara, berhak boleh bahkan harus berkontribusi dalam pengawasan dan peningkatan kerja institusi negara yang bergerak dalam pemberantasan narkoba. Selain itu, masyarakat juga memiliki kebebasan untuk mengutarakan kesalahan-kesalahan institusi tersebut dan turut serta dalam perbaikannya," kata Haris.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara