Menuju konten utama

Konsumsi Pemerintah Terpuruk, Kontraksinya 6,9 Persen di Q2 2020

Pertumbuhan konsumsi pemerintah di Q2 2020 ini juga jauh di bawah prediksi Kemenkeu.

Konsumsi Pemerintah Terpuruk, Kontraksinya 6,9 Persen di Q2 2020
Kendaraan membawa peti kemas dengan latar belakang area bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (15/8/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/18.

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi pemerintah pada Q2 2020 terkontraksi 6,9 persen. Komponen pengeluaran yang menyumbang 8,67 persen dari PDB ini tumbuh jauh di bawah Q1 2020 yang mencapai 3,75 persen dan Q2 2019 yang sempat mencapai 8,23 persen.

“Konsumsi pemerintah kontraksi 6,9 persen,” ucap Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).

Pertumbuhan konsumsi pemerintah Q2 2020 ini juga jauh di bawah prediksi Kemenkeu. Pada 9 Juli 2020, Kemenkeu mengestimasi konsumsi pemerintah bisa dijaga di kisaran minus 5,9 persen sampai minus 2,3 persen.

BPS mencatat penyebab kontraksi konsumsi pemerintah di Q2 2020 ini disebabkan karena penurunan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja pegawai dibanding Q2 2019.

Kontraksi ini menurut BPS terjadi karena penurunan belanja barang. Lalu ada penundaan dan pembatalan kegiatan kementerian/lembaga (K/L) sejak Maret 2020.

Lalu kontraksi juga terjadi karena perubahan kebijakan THR 2020. Pejabat negara, pejabat eselon 1 dan 2 dan pejabat lain tidak menerima THR.

Data Kemenkeu mencatat per Juni 2020, belanja pemerintah baru terealisasi 39 persen dari Perpres 72/2020. Pertumbuhan realisasinya hanya 3,3 persen melambat dari Juni 2019 yang mencapai 9,6 persen. Dari pos belanja K/L misalnya pertumbuhannya hanya 2,4 persen di Juni 2020 padahal Q2 2019 mencapai 15,7 persen.

Sementara itu, belanja penanganan COVID-19 per data 16 Juni 2020 masih cukup rendah. Belanja kesehatan baru mencapai 1,54 persen. Perlindungan sosial baru mencapai 28,63 persen, insentif usaha baru 6,8 persen, sektor UMKM 0,06 persen, pembiayaan korporasi 0 persen dan sektoral-pemda baru 3,65 persen.

Presiden Joko Widodo sedikitnya sudah menegur jajarannya 2 kali terkait persoalan realisasi anggaran. Ia menilai jika serapan anggaran masih minim maka akan sulit menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pada kasus anggaran penanganan COVID-19 per 22 Juli 2020 realisasinya baru 20 persen dari total anggaran Rp695 triliun.

"Berkaitan dengan menyeimbangkan gas dan rem di kuartal ketiga, urusan ekonomi, saya melihat memang urusan realisasi anggaran memang masih sangat minim sekali,” ucap Jokowi saat memberikan pengantar rapat terbatas secara tatap muka lagi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/8/2020)

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali