tirto.id - Sembilan warga negara Indonesia (WNI), yang menjadi kru kapal pesiar Diamond Princess, positif terinfeksi virus corona (Covid-19). Pemerintah Indonesia terus memantau kondisi kesehatan para WNI tersebut.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengklaim bahwa mereka sudah menjalani perawatan dengan baik dan tidak mengalami masalah kesehatan yang berat.
"Mereka dirawat baik oleh Jepang, yang lima orang diobservasi di rumah sakit, yang empat orang masih di kapal, dan sembilan orang itu baru demam," kata dia di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/2/2020), seperti dilansir Antara.
"Buat saya, mereka dirawat dengan baik, dan dalam kondisi yang tidak berat," tambah Terawan.
Sembilan pasien virus corona asal Indonesia tersebut merupakan bagian dari 78 WNI yang bekerja sebagai kru kapal pesiar Diamond Princess.
Kapal pesiar tersebut beserta 3.711 penumpang dan krunya dikarantina tidak lama usai berlabuh di Yokohama, Jepang karena menjadi tempat penyebaran virus corona.
Berdasarkan data terbaru, sudah 691 orang di kapal pesiar itu yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 dan 3 di antaranya meninggal dunia. Sembilan WNI termasuk di antara 691 pasien itu.
"Mereka [9 WNI] ABK [anak buah kapal] itu memang kru. Jadi dia memang kerja di situ, artinya lingkungan hidupnya, ya mudah-mudahanlah akhirnya nanti tambah dikuatkan," ujar Terawan.
"Kalau ada trauma healing, ya mudah-mudahan bisa melewati masa-masa sulit dengan baik," dia menambahkan.
Evakuasi WNI di Kapal Diamond Princess Belum Pasti
Saat ini, pemerintah Indonesia masih melakukan negosiasi untuk menjemput 69 WNI yang masih berada di kapal Diamond Princess dan belum terinfeksi virus corona.
Langkah itu mengikuti jejak sejumlah negara yang mengevakuasi warganya di kapal itu, termasuk di antaranya Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Kanada, Italia, Hong Kong, dan Israel.
"Sekarang kemungkinan untuk dia dari negatif menjadi positif berapa persen? 20 persen. Artinya kalau saya ambil 60 saja, berarti kemungkinan 12 akan jadi positif," jelas Terawan.
"[Belajar dari] Apa yang terjadi di Amerika, di Australia, makanya diperlukan cara-cara khusus, negosiasi dengan Jepang untuk bisa mengambil jalan yang paling tepat," dia melanjutkan.
Menurut Terawan, pemerintah tidak akan mengambil keputusan yang terburu-buru terkait dengan upaya penjemputan para WNI dari kapal Diamond Princess.
Selain itu, Terawan juga meyakini seluruh penumpang dan ABK yang masih ada di kapal Diamond Princess diurus dengan baik oleh Pemerintah Jepang.
"Ini kan masih di Jepang, diurusi oleh Pemerintah Jepang meskipun letaknya di kapal tapi ini kan di wilayah Jepang, dan oleh Pemerintah Jepang enggak dibiarkan begitu saja. Logistik juga diberi, apa pun juga diberi," katanya.
Ratusan WNI di Kapal World Dream Dievakuasi Besok
Terawan menambahkan fokus pemerintah saat ini ialah melakukan persiapan untuk mengevakuasi 188 WNI di kapal pesiar World Dream. Kapal itu kini masih berada di perairan internasional dekat Bintan karena ditolak bersandar di seluruh negara, termasuk Indonesia.
Hasil pemeriksaan kesehatan ekstensif menunjukkan seluruh WNI yang menjadi awak kapal itu masih bebas dari virus corona. Seluruh penumpang yang telah meninggalkan kapal itu pada saat pelayaran terakhirnya dari Hong Kong, pada 9 Februari 2020, juga masih negatif virus corona.
Rencananya, KRI Dr Soeharso-990, yang merupakan kapal rumah sakit milik TNI Angkatan Laut, akan berangkat menjemput 188 WNI tersebut pada Rabu (26/2/2020). KRI Soeharso dijadwalkan tiba di Pulau Sebaru Kecil pada Jumat (28/2).
Mereka akan dibawa ke Pulau Sebaru Kecil di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Terawan mengatakan proses pemindahan 188 WNI itu ke KRI Dr Soeharso-990 bakal dilakukan pukul 10.00 besok.
"Kami memang konsentrasi ke Dream World dulu. Melihat riwayat perjalanannya saya menduga, saya memperkirakan, ini kemungkinan besar bisa clear, karena itu saya izinkan semuanya bisa masuk dengan baik ke wilayah Indonesia dan bisa diobservasi 14 hari," ujar dia.
Meskipun begitu, kata Terawan, pemerintah tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu, proses karantina dilakukan di pulau yang tidak berpenghuni.