tirto.id - Komnas HAM menyatakan evaluasi pemantauan sepanjang 2023 di wilayah Papua menunjukkan bahwa tindakanaparat penegak hukum terhadap para pengunjung rasa berlebihan.
"Masih ditemukan penanganan-penanganan berlebihan (excessive use of force) di dalam menangani demonstrasi atau unjuk rasa dan juga penerapan akar makar untuk memidanakan ekspresi-ekspresi di Papua," kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigoro, dalam konferensi pers, Kamis (25/1/2024).
Tak hanya itu, kata Atnike, kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul di Papua yang terbatas menjadi tendensi negatif demokrasi di Bumi Cendrawasih. Terutama, tambahnya, apabila hal itu dilakukan terhadap orang asli Papua, aktivis, dan mahasiswa yang memperjuangkan hak-hak masyarakat setempat.
Atnike menjelaskan, kekerasan di Papua juga masih terus terjadi yang berpotensi menyebabkan eskalasi jumlah kekerasan dan pelanggaran HAM di kemudian hari.
Kekerasan itu, kata Atnike, paling banyak dikarenakan konflik aparat penegak hukum dengan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB).
"Populasi sipil menjadi korban terbanyak akibat konflik bersenjata antara aparat keamanan dan KSB," tutur Atnike.
Menurutnya, sejumlah kekerasan itu menyebabkan masyarakat mengungsi demi menyelamatkan diri. Mereka, para pengungsia itu, menurut Atnike, harus mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum.
Dia menegaskan, Komnas HAM mendesak agar pemenuhan kebutuhan para pengungsi tetap dijamin pemerintah. Selain itu, proses kembalinya para pengungsi juga harus dijamin dengan laik dan berkelanjutan.
Atas hal itu, ujar Atnike, Komnas HAM mendorong pemerintah untuk mengutamakan pendekatan HAM dalam menangani kekerasan di Papua.
Pemerintah juga didesak menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat Papua dan pembela HAM terkait isu lokal.
"[Pemerintah harus] memastikan aparat penegak hukum bekerja secara profesional dan melakukan investigasi secara efektif terhadap semua kasus kekerasan, untuk menjamin masyarakat Papua dapat menikmati standar penegakan hukum yang tinggi," ungkap Atnike.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Irfan Teguh Pribadi