Menuju konten utama

Komnas HAM: Tentukan Rezim Hukum yang Sesuai untuk UU Teroris

Komnas HAM mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan pendekatan deradikalisasi dalam rancangan revisi UU Terorisme yang terbaru. Selain itu, pemerintah diminta untuk menetapkan rezim hukum yang sesuai terkait dengan terorisme sehingga menghindari pemberian hukuman yang tidak proporsional.

Komnas HAM: Tentukan Rezim Hukum yang Sesuai untuk UU Teroris
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti (kanan) dan Kasum TNI Laksamana Madya Didit Ashaf (kiri) menjadi pembicara dalam seminar di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/5). Antara foto/sigid kurniawan.

tirto.id - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandra Moniaga berpendapat bahwa Undang-Undang Terorisme perlu direvisi dengan melibatkan kajian pendahuluan yang menyeluruh untuk menempatkan rezim hukum yang tepat dalam melandasi penanganan terorisme.

"Apakah rezim yang digunakan adalah rezim 'criminal justice system', keamanan, antiteror, atau hukum perang? Komnas HAM berpendapat penanganan terorisme harus menggunakan rezim 'criminal justice system',” jelasnya dalam rapat bersama Komisi III DPR di Jakarta, Senin, (18/4/2016).

Ia juga menegaskan bahwa fokus utama dalam pencegahan terorisme hendaknya tidak hanya diarahkan kepada deradikalisasi aktor-aktor teroris semata, tapi juga melibatkan pencegahan radikalisme.

"Bukan hanya mengubah yang radikal menjadi tidak radikal, tetapi juga harus mencegah yang berpaham radikal muncul," tegasnya.

Sandra kembali menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Oleh karena itu, menurutnya, penanganan terorisme harus berdasarkan pada penegakan hukum.

Terkait dengan isu penegakan hukum di Indonesia, Sandra menyayangkan bahwa sistem peradilan Indonesia masih berada di peringkat terbawah bila dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Karena itu, untuk saat ini kami merekomendasikan jangan ada dulu hukuman mati," kata Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga dalam rapat bersama Komisi III DPR di Jakarta, Senin, (18/4/2016).

Sandra menyatakan bahwa beberapa terpidana mati telah mendapatkan vonis dari sistem peradilan Indonesia yang masih belum baik. Mereka merupakan korban dari "error in persona" dari aparat peradilan di Indonesia.

"Komnas HAM berprinsip hak atas hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi. Setiap orang berhak untuk hidup bahkan seorang pelaku kejahatan," ujarnya.

Sandra mengatakan Komnas HAM telah membentuk tim untuk menyusun daftar isian masalah revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Dalam rapat tersebut, anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil mempertanyakan keseriusan dan langkah Komnas HAM dalam menolak revisi Undang-Undang Terorisme.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan dalam pertemuan sebelumnya, saat menyampaikan hasil penyelidikan terkait kematian Siyono setelah ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror, Komnas merekomendasikan agar DPR melakukan kajian komprehensif dan tidak merevisi Undang-Undang Terorisme. (ANT)

Baca juga artikel terkait DERADIKALISASI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra