tirto.id - Proyek Tambang Emas Pani, Gorontalo, yang dikelola oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), telah menunjukkan komitmen penuh terhadap tanggung jawab sosialnya dengan memberikan kompensasi pada para penambang rakyat yang sebelumnya beroperasi di wilayah tambang tanpa izin (TTI).
Chief of External Affairs MDKA sekaligus Presiden Direktur Pani Gold Project, Boyke Abidin, menerangkan bahwa pada total lahan proyek 2.300 hektare terdapat sekitar 3.000-an penambang rakyat. Perusahaan sudah memberikan kompensasi kepada seluruh penambang yang terdampak.
“Di Pani sendiri, di wilayah kita, sudah sekitarr 3.000 berhasil, Alhamdulillah sukarela dan kita berikan kompensasi,” jelas Boyke pada acara Media Gathering di Jakarta, Senin (16/12/2024).
Kompensasi ini diberikan melalui program Tali Asih yang mencakup berbagai bentuk dukungan, mulai dari pelatihan keterampilan, peluang kerja formal, hingga pendampingan untuk memastikan transisi mereka ke sektor tambang formal yang aman dan berkelanjutan. Dengan langkah ini, MDKA tidak hanya mengurangi potensi konflik sosial, tetapi juga menciptakan peluang penghidupan baru bagi masyarakat lokal.
Untuk diketahui, secara historis, tambang rakyat di sekitar wilayah Pani telah menjadi sumber penghidupan lokal setidaknya selama beberapa generasi. Akan tetapi, aktivitas tambang ini kerap menimbulkan fatalitas karena tidak menerapkan prosedur yang benar.
“Contoh, untuk urusan safety. Minggu lalu ada kejadian lagi, fatality, kematian di antara kelompok penambang tanpa izin itu, dan ini bukan kejadian baru. Setiap bulan ada kejadian fatality di antara masyarakat penambang tanpa izin ini," terang Boyke.
Oleh karena itu pelatihan utama dan pertama yang diberikan adalah safety atau keselamatan kerja agar dapat bekerja dengan aman sekaligus menerapkan good mining practice. Dengan adanya proyek ini, MDKA berharap dapat mengurangi risiko tersebut dengan menyediakan pekerjaan formal yang lebih aman dan sesuai regulasi.
Di satu sisi, keberhasilan proyek ini juga membutuhkan kolaborasi erat dengan pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Salah satu tantangan utama adalah ketersinggungan wilayah tambang rakyat dengan konsesi tambang resmi.
Pada Proyek Tambang Emas Pani sendiri setidaknya terdapat 12 Wilayah Penambangan Rakyat (WPR) yang hingga saat ini Izin Penambangan Rakyat-nya (IPR) belum keluar. Kejelasan mengenai izin tersebut penting untuk segera diproses demi keberlanjutan usaha tambang masyarakat setempat, sekaligus juga untuk meminimalisir potensi konflik dengan penambang resmi seperti MDKA.
“Kita sudah bawa anggota dewan, DPRD, ke kementeria, Dirjen Minerba, tapi ya hingga saat ini belum ada yang terbit. IPR di wiayah tambang Gorontalo,” pungkas Boyke.
Sebagai informasi, Proyek Tambang Emas Pani dijadwalkan akan selesai konstruksinya pada akhir 2025 dan memulai penuangan emas pertama atau first gold pour pada awal 2026. Proyek ini akan menjadi salah satu tambang emas primer terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 300.000 ons per tahun dan total Cadangan 6,9 juta ons.
Editor: Tim Media Service