Menuju konten utama

Komite Desak Polda Sulsel Lepaskan Jurnalis Muhammad Asrul

Polda Sulawesi Selatan agar melepaskan jurnalis Muhammad Asrul yang telah ditahan karena berita yang ditulis.

Puluhan jurnalis menggelar aksi hari kebebasan pers sedunia di jalan MT Haryono, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (3/5). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari berharap peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia (World Press Freedom Day) yang jatuh pada 3 Mei merupakan momentum kebebasan pers lebih baik. ANTARA FOTO/Jojon/pd/17.

tirto.id - Jurnalis Berita.News Muhammad Asrul masih ditahan Polda Sulawesi Selatan atas berita yang yang ditulis.

"Pemidanaan ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. Sengketa pers sudah selayaknya diselesaikan dengan mekanisme UU Pers," ujar Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis, Sasmito Madrim lewat keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Minggu (16/2/2020).

Sasmito menjelaskan, kasus yang menjerat Asrul sejatinya adalah kasus pers sehingga penyelesaiannya harus melalui Dewan Pers.

Hal itu sebagai mana diatur dalam Pasal 1, 5, 11, dan 15 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Terlebih Polri dan Dewan Pers sudah terikat pada nota kesepahaman terkait penanganan kasus pers.

Oleh karena itu, Sasmito berharap Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan segera melepaskan Asrul dari tahanan.

Selain itu, dia juga mendesak Kapolri mengevaluasi anggota polisi yang menangani kasus ini, karena tidak bisa membedakan kasus sengketa pers dengan kasus lainnya.

Kasus ini bermula kala Asrul menulis tiga berita soal dugaan korupsi yang melibatkan putra Walikota Palopo Judas Amir, Farid Kasim Judas. Tulisan itu diterbitkan berita.news pada 10, 24, dan 25 Mei 2019.

Tiga tulisan yang dipermasalahkan itu berjudul “Putra Mahkota Palopo Diduga “Dalang” Korupsi PLTMH dan Keripik Zaro Rp11 M”, tertanggal 10 Mei 2019, “Aroma Korupsi Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas” tertanggal 24 Mei 2019, dan “Jilid II Korupsi jalan Lingkar Barat Rp5 M, Sinyal Penyidik Untuk Farid Judas?” tertanggal 25 Mei 2019.

Tak terima, Farid mengadukan Asrul ke polisi pada 14 Juni 2019. Asrul sempat dipanggil penyidik Sekitar bulan Juli 2019. Pada kesempatan itu, Asrul memberi klarifikasi bahwa kasus yang menjeratnya adalah kasus pers yang seharusnya melalui mekanisme sengketa pers.

Pada 4 November 2019 pun Kuasa Hukum Farid Kasim mengirimkan permintaan hak jawab dan permintaan maaf oleh media Berita News terkait berita yang dipermasalahkan. Hak jawab yang dimohonkan akhirnya dimuat di portal Berita News pada 6 November 2019.

Namun, Farid belum puas, pada 17 Desember 2019, dia kembali membuat aduan yang yang terdaftar dengan nomor: LPB/465/XII/2019/SPKT. Polisi menerapkan Pasal 28 UU ITE.

Laporan itu segera ditindaklanjuti dengan penjemputan paksa pada 29 Januari 2020 pukul 13.05 WITA dari rumahnya.

Selanjutnya Asrul dibawa ke Polda Sulawesi Selatan untuk dimintai keterangan sejak pukul 15.30 WITA sampai 20.30 WITA, tapi rupanya proses itu dilakukan tanpa didampingi oleh penasihat hukum.

Tak berhenti di sana, usai pemeriksaan Asrul langsung ditahan tanpa surat pemberitahuan kepada keluarga atau media tempatnya bertugas.

Kemudian, pada 31 Januari 2020 baru ada surat pemberitahuan itu disampaikan melalui Surat Pemberitahuan Penahanan Nomor B/70/I/2020/Ditreskrimsus untuk Muhammad Asrul yang ditujukan kepada keluarga.

"Kasus ini menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Padahal kita tahu kemerdekaan pers merupakan syarat mutlat untuk mendorong pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi. Tapi bagaimana ini bisa tercapai jika produk-produk jurnalisme dikriminalisasi," tutup Sasmito.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN JURNALIS atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali