tirto.id - Komisi III DPR RI menyatakan bahwa Densus Tipikor tidak akan menerapkan sistem operasi tangkap tangan (OTT) seperti yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota Komisi III DPR RI, Eddy Kusuma Wijaya mengatakan bahwa OTT adalah istilah yang keliru dalam sistem hukum. Kendati OTT berasal dari frasa ‘tertangkap tangan’ seperti yang tertuang dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Pasal 1 nomor 19, namun ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan KPK bukanlah OTT.
“Operasi sama TT (tertangkap tangan) lain. Kalau TT itu kan suatu yang tidak disangka-sangka, tidak direncanakan. Orang melakukan suatu tindak pidana, diketahui orang. Yang tahu itu hanya pelaku sama Tuhan sebetulnya itu. Ini tidak direncanakan,” tegas Eddy di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2017)
Menurutnya, istilah yang lebih tepat untuk menyebut hal itu adalah “penangkapan”, karena biasanya dilakukan setelah ada laporan atau pengaduan. Menurutnya, istilah itu dikeluarkan KPK terkait OTT tanpa dasar hukum yang jelas. Densus, kata dia, juga dibenarkan untuk melakukan hal itu, tetapi namanya adalah “operasi penangkapan”.
“Perbuatannya itu operasi penangkapan, tapi dia [KPK] namain OTT. OTT itu tidak ada dalam istilah hukum,” terang Eddy.
“Kalau operasi itu kegiatan yang direncanakan, sudah ada laporan polisinya, atau pengaduan,” lanjut dia.
Sementara anggota Komisi III DPR RI lainnya, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa Densus Tipikor tidak akan bekerja dengan terminologi OTT. Kebanyakan yang ditangani oleh Saber Pungli dan Densus Tipikor adalah seputar masyarakat kecil atau wilayah-wilayah kecil.
“Mereka hanya menangkap tangan. Kenapa? Karena tidak ada desain apapun terhadap masyarakat yang tertangkap tangan. Tidak ada operasi yang sifatnya khusus. Mereka menemukan langsung di lapangan. Kalau OTT KPK kan mereka menyadap,” jelas Miskbakhun.
“(Kalau Densus Tipikor) Tidak ada penyadapan. Mereka menemukan fakta itu di lapangan,” ungkapnya.
Misbakhun menyatakan bahwa Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga tidak mau menggunakan istilah OTT karena memang tidak pernah ada dalam hukum acara pidana. Bagaimanapun bentuknya, Misbakhun menyatakan tidak masalah, asalkan bisa memperkuat penindakan tindak pidana korupsi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto