tirto.id -
Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi III F-PDIP Junimart Girsang. Menurutnya anggota komisi III dan pimpinan komisi III telah membahas secara informasi rencana Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kapolri.
"Mestinya kan hari ini kami RDP dengan Kapolri, tapi beliau punya kesibukan yang sangat urgent dan tidak bisa dihindarkan untuk itu kita tunda," kata Junimart di DPR, Senin (2/10/2017).
Klarifikasi tersebut, dikatakan Junimart, ditujukan untuk memperjelas motif pembelian senjata oleh Polri agar polemik di masyarakat tidak berkepanjangan.
Selain itu, Junimart juga berharap ada komunikasi antar lembaga keamanan di negeri ini agar tidak terjadi simpang siur informasi seperti sekarang yang pada akhirnya saling menyalahkan.
"Jangan sampai menimbulkan kekisruhan komunikasi jadi termasuk BIN, BAIS, Polri dan kementerian terkait duduk bersama dong, selesaikan itu secara baik dan cerdas sampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Jangan jadi isu kisruh politik," kata Junimart.
Menurutnya, lebih baik para pemimpin lembaga itu memikirkan menghentikan penjualan senjata ilegal yang marak di negeri ini.
"Kan begitu, kita bisa lihat banyak perampokan dengan menggunakan senjata, secara ilegal," kata Junimart.
Perlu diketahui, sebelumnya Polri mengakui adanya impor ratusan senjata untuk Korps Brimob Polri. Pengadaannya sudah melalui proses anggaran yang sah. Namun, perizinannya masih diurus ke Mabes TNI.
"Barang yang ada dalam Bandara Soetta yang dinyatakan dimaksud rekan-rekan senjata adalah betul milik Polri dan barang yang sah," ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).
Namun, senjata itu masih tertahan di Bandara Soekarno-Hatta karena masalah izin Bea Cukai. Adapun senjata itu adalah 280 pucuk senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46mm. Senjata itu dikemas dalam 28 kotak (10 pucuk/kotak), dengan berat total 2.212 kg.
Pengamat pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, menegaskan, pengadaan senjata dan amunisi impor yang dipesan Korps Brigade Mobil Kepolisian Indonesia itu resmi atau legal. "Yang harus ditulis besar itu (senjata) legal," kata dia, di Jakarta, Minggu (1/10/2017).
Dia mengatakan, Kepolisian Indonesia telah mengantongi izin pengiriman senjata impor dari tiga lembaga yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan Markas Besar TNI.
Jika dilarang pengiriman senjata impor itu, menurut dia, seharusnya pihak TNI sejak awal tidak mengizinkan senjata itu masuk.
Ia mempertanyakan impor senjata dan amunisi memakai operator penerbangan kargo dari Ukraina itu bisa melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Pengiriman senjata dan amunisi impor, dikatakan Connie, harus masuk melalui kargo bandara yang juga menjadi landasan operasional pangkalan udara militer.
Di Jakarta, contohnya adalah Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, yang pemakaian landas pacunya bersama dengan Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma. Pernyataan Connie ini menanggapi beredarnya dokumen dan foto-foto senjata personel yang diimpor dari Bulgaria di media sosial pada Sabtu lalu.
Diketahui kemudian, pabrikan senjata itu, Arsenal dari Bulgaria, mengirimkan senjata personel mandiri Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 milimeter dan ribuan amunisinya.
Amunisinya diketahui juga kemudian adalah jenis pacar-wutah (fragmented), dengan prinsip kerja mirip dengan peluru senapan loop yang dibedakan untuk keperluan olahraga ataupun pasukan sipil, paramiliter, atau malah pasukan khusus.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri