Menuju konten utama

Komisi II DPR RI akan Bentuk Panja Bahas Persoalan Meikarta

Komisi II DPR RI berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas masalah perizinan proyek Meikarta.

Komisi II DPR RI akan Bentuk Panja Bahas Persoalan Meikarta
Foto udara pembangungan proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (14/9/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Komisi II DPR RI akan membentuk panitia kerja (panja) untuk mengatasi persoalan yang dihadapi pengembang proyek Meikarta.

“Kalau kami buat panja, itu tidak hanya untuk Meikarta. Tapi juga kepada seluruh masalah yang sejenis dengan Meikarta,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fandi Utomo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Meikarta di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (27/9/2017).

Menurut dia, Komisi II DPR RI akan menyoroti penyebab lambannya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengurus perizinan proyek Lippo Group itu.

Anggota Komisi II Ammy Amalia menambahkan para pengembang lain juga perlu ditindak dengan perlakuan yang sama dengan Lippo Group.

“Meikarta ini apes (sial), karena mereka berani promo besar-besaran. Hampir semua pengembang seperti ini. Ini perlu jadi introspeksi,” ucap Ammy.

Ammy menyarankan agar Komisi II mengumpulkan sejumlah informasi dari berbagai pihak dulu, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar). Menurut Ammy, Komisi II perlu tahu alasan dari Pemprov Jabar yang tak kunjung mengeluarkan rekomendasi perizinan seperti Amdal.

“Menghentikan Meikarta, itu melanggar UUD (Undang-Undang Dasar). Kalau Meikarta diperlakukan seperti itu, maka pengembang lain juga sama. Jangan hanya Meikarta,” kata politikus PAN tersebut.

Oleh karena itu, Ammy menilai masalah Meikarta adalah pelajaran agar pengawasan terhadap perizinan harus dilakukan kepada seluruh pengembang proyek properti atau tidak tebang pilih.

Sementara Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, Lukman Edy, menilai pemerintah pusat bisa berperan memuluskan perizinan proyek Meikarta. “Pemerintah pusat bisa ambil alih kalau pemerintah daerah menghalangi investasi,” kata dia.

Sebaliknya, anggota Komisi II dari fraksi PKS, Mardani Ali Sera menilai pengembang Meikarta telah melakukan pembohongan publik. Mardani menganggap dengan izin pembangunan yang belum sepenuhnya keluar, Lippo Group seharusnya tidak memasang iklan besar-besaran soal Meikarta.

“Negara harus hadir dan tegas melakukan peneguran terhadap pengembang Meikarta untuk menghentikan iklan dan jual beli (properti) proyek ini,” kata Mardani.

Mardani mengingatkan masalah Meikarta mengkhawatirkan sebab banyak masyarakat yang telah memesan unit produk properti di Meikarta.

“Proyek Meikarta ini, jika tidak segera dicarikan solusinya, bisa menimbulkan kerugian secara massal seperti kasus First Travel,” ujar Mardani.

Adapun Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Sumarsono, yang juga hadir di RDP itu, berpendapat pembentukan Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat seharusnya dapat memuluskan izin pembangunan Meikarta. Menurut dia, Pergub itu semestinya ada sejak 2015 tapi belum dibentuk.

“Kenapa sampai 2017 belum dibuat? Mungkin kelambanan. Jadi bukan hanya Meikarta, siapa tahu nanti ada perizinan lainnya yang meminta rekomendasi. Ini isu yang harus kami cek ke Pemprov Jawa Barat,” jelas Sumarsono.

Untuk membicarakan hasil rapat bersama Komisi II pada hari ini, Sumarsono berencana memanggil Pemprov Jawa Barat dan juga Pemerintah Kabupaten Bekasi pada pekan depan.

Dia menilai proyek Meikarta sebenarnya berpotensi mendorong percepatan investasi di Indonesia. “Intinya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan investasi dan juga perumahan, tanpa menabrak aturan,” ujarnya.

Menanggapi rencana pembentukan panja oleh DPR, anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menyambutnya dengan baik. Alamsyah menilai, dengan dibentuknya panja, Ombudsman bisa lebih getol mendorong pengembang Meikarta merealisasikan niat untuk membangun hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Semua seperti yang kami prediksi. Dari Kementerian Dalam Negeri menindaklanjuti, kami mengawasi, kemudian yang terakhir, kami mendorong perluasan pemantauan terhadap kewajiban 20 persen hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Alamsyah.

Alamsyah berharap pembentukan panja itu bisa berdampak terhadap kualitas pelayanan publik lainnya, terutama soal percepatan perizinan dalam birokrasi.

Baca juga artikel terkait MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom