Menuju konten utama
Isu Impor 5.000 Senjata Ilegal

Komisi I Akui Pernah Dorong Pengadaan Senjata untuk STIN

Komisi I pernah mendorong BIN (Badan Intelijen Negara) untuk melakukan pengadaan senjata bagi STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara).

Komisi I Akui Pernah Dorong Pengadaan Senjata untuk STIN
Pengunjung melihat senjata produksi PT Pindad di Pameran Indo Security 2017 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Rabu (12/7). Tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id -

Ketua Komisi I dari F-PKS Abdul Kharis mengakui Komisi I pernah mendorong BIN (Badan Intelijen Negara) untuk melakukan pengadaan senjata bagi STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara).

"Cuma kita enggak bahas sampai satuan 3. Kita mendorong agar taruna STIN tidak belajar dengan menggunakan replika. Masak Intel belajarnya pake replika kayu? Kan enggak lucu," kata Kharis di Kompleks DPR Senayan, Senin (25/9/2017).

Selain itu, kata Kharis, dengan memiliki senjata sendiri taruna STIN tidak perlu meminjam lapangan tembak Polri untuk berlatih. Karena, itu menurutnya akan memakan waktu dan tambahan biaya.

"Jumlah taruna STIN 400 lebih, itu kan boros waktu dan segalanya," kata Kharis.

Namun, untuk mekanisme pembelian dengan PT PINDAD menurutnya itu domain eksekutif. Maka, dirinya meminta wartawan agar menanyakan langsung ke pemerintah.

"Kita enggak bahas apakah beli senjata laras panjang atau pendek, kita enggak bahas," kata Kharis.

PT Pindad saat dikonfirmasi membenarkan BIN telah melakukan pemesanan terhadap 517 senjata laras panjang pada tahun 2017 yang sekaligus menguatkan keterangan Menkopolhukam Wiranto bahwa lembaga intelijen negara tersebut memesan 500 pucuk senjata modifikasi.

Sekretaris Perusahaan PT PINDAD Bayu A. Fiantori menyatakan senjata tersebut mempunyai spesifikasi yang berbeda dengan senjata TNI. Tapi, tidak ingin menjelaskan lebih jauh terkait apakah senjata tersebut merupakan hasil modifikasi atau semacamnya.

“Aku cuma bilang speknya berbeda aja sih,” katanya pada Tirto. “Pokoknya bukan dengan standar TNI. Takutnya nanti dibolak-balik, lebih rendah, lebih tinggi lah, lebih baik, itu kan beda. Bisa aja, atau lebih buruk?” imbuhnya.

Bayu juga enggan merinci harga untuk senjata tersebut. Menurutnya, PINDAD fokus kepada spesifikasi yang diharapkan BIN dan tidak terlalu merinci perihal harganya.

Sementara itu, anggota Komisi I F-Nasdem Supiadin Aries menyatakan senjata yang diperbolehkan untuk BIN hanyalah senjata jenis beladiri. Senjata jenis ini, menurutnya, berkaliber kurang dari 9 milimeter.

"Senjata kalau standarnya militer atau kombatan itu harus ada assessment dari BAIS TNI dan Kementerian Pertahanan, tetapi untuk senjata bela diri maka itu izin dari Polri," kata Supiadin di DPR hari ini.

Selain itu, Supiadin juga membenarkan adanya pemesanan senjata dari BIN ke PINDAD untuk keperluan STIN. Menurutnya, jenis yang dipesan adalah senjata beladiri.

"Tetapi itu pun bukan untuk perorangan, sekolah itu untuk mereka latihan supaya dia tahu bagaimana membela diri apabila ada orang menggunakan pistol, kalau dia tidak paham itu kan tidak bisa nanti," kata Supiadin.

Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto menyatakan pengadaan senjata dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dalam bentuk 500 pucuk senjata buatan PT Pindad untuk keperluan pendidikan intelijen.

"Senjata-senjata itu dibeli secara legal dari uang APBN, yang juga telah disepakati oleh legislatif," kata Wiranto, di Kantor Menkopolhukam, Minggu (24/9/2017).

Baca juga artikel terkait SENJATA ILEGAL atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri