tirto.id - Para aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Persekusi Media mengkritik keras aksi massa Front Pembela Islam (FPI) saat menggelar demonstrasi di kantor Tempo, pada pekan kemarin. Koalisi itu beranggotakan LBH Pers, YLBHI, Kontras, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Amnesty International Indonesia dan SAFEnet Indonesia.
Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin menyatakan koalisi aktivis itu menilai aksi FPI adalah bentuk kekerasan terhadap kebebasan pers karena disertai intimidasi.
Menurut Nawawi, aksi demonstrasi FPI, yang disertai paksaan ke redaksi Tempo untuk meminta maaf atas penerbitan karikatur, merupakan bentuk persekusi terhadap media. Dia menilai tindakan FPI bisa menjadi ancaman terhadap kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia.
"Peristiwa ini menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap kebebasan berekspresi dan ini bukan hanya sebagai ancaman kepada majalah tempo tetapi merupakan ancaman nyata kepada semua media di Indonesia," kata Nawawi di Kantor LBH Pers, Kalibata, Jakarta, pada Rabu(19/3/2018).
Nawawi menambahkan karikatur yang dimuat oleh majalah tempo edisi 26 Februari 2018 adalah bentuk kerja jurnalistik. Oleh sebab itu, penerbitan karikatur itu dilindungi oleh undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945 tentang kebebasan berpendapat.
"Yang dilakukan Tempo adalah sebuah kegiatan jurnalistik yang dilindungi undang-undang dan konstitusi," kata dia.
Karena itu, Nawawi menegaskan koalisi mendesak agar Presiden Jokowi bersikap atas peristiwa itu sekaligus menegaskan posisi pemerintah membela kebebasan pers di Indonesia.
"Kami menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas membela kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sebagai wujud keberpihakan kepada demokrasi dan hak asasi manusia," ucap Nawawi.
Koalisi juga meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan perlindungan hukum kepada pers dan media. "Polisi harus mampu menciptakan situasi kondusif sehingga media dapat bekerja secara independen," ujar Nawawi.
Koalisi Masyarakat Sipil itu juga menuntut elite politik di Indonesia memiliki rasa tanggungjawab dan toleransi di kehidupan bernegara agar demokrasi bisa berjalan dengan baik.
Terakhir, koalisi masyarakat juga mengimbau kepada semua pihak, yang merasa keberatan terhadap karya jurnalistik, menempuh penyelesaian sangketa seperti diatur UU nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers. Berdasar UU itu, sengketa pers bisa diselesaikan dengan mekanisme hak jawab atau diajukan ke Dewan Pers.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom