Menuju konten utama

KKP Tingkatkan Potensi Perdagangan Komoditas Laut dan Ikan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningatkan freuensi kapal angkut ikan hidup sebagai langkah meningkatkan potensi perdagangan komoditas sektor kelautan dan perikanan Indonesia

KKP Tingkatkan Potensi Perdagangan Komoditas Laut dan Ikan
Seorang pekerja menata ikan hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Kuala Idi Rayeuk, Aceh Timur, Aceh, Senin (2/5). Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menargetkan hasil produksi perikanan melonjak dua juta ton dari target 2015 sebesar 24,12 juta ton menjadi 26,04 juta ton pada 2016. Antara Foto/Syifa Yulinnas.

tirto.id - Frekuensi kapal angkut ikan hidup ditingkatkan sebagai langkah meningkatkan potensi perdagangan komoditas sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.

"Dengan adanya perubahan ini, kami ingin para pengusaha di budidaya terus meningkat. Kami inginkan percepatan dalam program pembangunan di sektor perikanan," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, (3/9/2016)

KKP telah melakukan sosialisasi hasil revisi Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup. Inti dari revisi Permen KP No. 15/2016 terletak pada jumlah pelabuhan muat singgah yang diizinkan bagi kapal pengangkut ikan hidup, frekuensi kapal asing yang masuk ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI selama Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) berlaku, bobot kapal pengangkut ikan, dan kewenangan penerbitan SIKPI.

"Paling besar ukurannya 300 GT (gross tonnage) dari hasil tangkap dan 500 GT dari hasil budidaya. Dinaikkan dari sebelumnya 300 GT ke 500 GT untuk budidaya. Dulu tempat diizinkan 1, sekarang diizinkan 4," katanya.

Saat ini, pengusaha sektor kelautan dan perikanan bisa memilih dari 181 pelabuhan muat singgah yang ada di Indonesia. Selain itu, frekuensi operasi kapal angkut naik dari enam kali menjadi 12 kali per tahun.

Slamet mengungkapkan, perubahan-perubahan dalam Permen No. 15/ 2016 disesuaikan dengan kesepakatan antara pihak KKP dan pihak pengusaha yang terkait langsung dengan aturan tersebut.

Sementara itu, lembaga Masyarakat Perikanan Nusantara menginginkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dapat menjabarkan secara detil evaluasi setelah diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.

Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara Ono Surono menyatakan, evaluasi itu penting agar dapat meningkatkan produksi perikanan baik tangkap dan budidaya.

Ono yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDIP itu dalam sejumlah kesempatan mengingatkan bahwa perizinan yang susah membuat nelayan juga semakin susah mencari ikan.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengapresiasi terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

"Kami berharap Inpres ini dapat secara tajam menggerakkan kementerian atau lembaga terkait guna menyatukan langkah dan terobosan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam," kata Ketua DPP KNTI Bidang Hukum Martin Hadiwinata.

Menurut Martin, ada sejumlah catatan utama yang layak disorot dari Inpres tersebut, antara lain kinerja sektor perikanan yang beranjak baik, yang ditunjukkan oleh peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan di tengah kelesuan ekonomi global maupun nasional.

Kedua, lanjutnya, ironi kebijakan impor ikan yang didasari kurangnya persediaan bahan baku di tengah peningkatan produksi ikan nasional. Kondisi tersebut jelas menunjukkan belum ada kejelasan peta jalan industri perikanan nasional.

"Maka Inpres ini menjadi daya dorong terhadap perbaikan tata kelola tersebut," kata Martin.

Baca juga artikel terkait PERIKANAN

tirto.id - Bisnis
Sumber: Antara
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh