tirto.id - Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengirimkan somasi atau peringatan ke Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub) terkait dengan pemberian izin atau persetujuan pemberlakuan bagasi berbayar maskapai Lion Air, Wings Air, dan Citilink.
Dalam somasinya, KKI mendesak Kemenhub untuk mencabut izin atau persetujuan pemberlakuan bagasi berbayar tersebut serta mendesak Kemenhub untuk merevisi frasa "paling lama" dalam Pasal 63 ayat (2) Permenhub Nomor 185 Tahun 2015 menjadi "paling lambat" atau "tidak boleh kurang dari."
"Pemberian izin Kemenhub kepada Lion Air, Wings Air, dan Citilink telah melanggar ketentuan Pasal 63 ayat (2) Permenhub Nomor 185 Tahun 2015," ujar Ketua KKI David Tobing, dalam siaran pers yang diterima Tirto, Jumat (1/2/2019).
Izin Kemenhub ini dinilai melanggar Permenhub No185/2015 karena pengajuan perubahan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan ketiga maskapai terkait bagasi berbayar tidak dilakukan dalam rentang waktu paling lama 60 hari seperti tercantum dalam Permenhub tersebut.
Sebelumnya 29 Januari 2019 Komisi V DPR RI mendesak Kementerian Perhubungan atau Ditjen Perhubungan Udara untuk menunda pemberlakuan kebijakan bagasi berbayar hingga selesainya kajian ulang terhadap kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan kelangsungan industri penerbangan nasional.
Mengutip pernyataan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Polana B Pramesti dalam keterangan persnya yang menyatakan bahwa Lion Air dan Wings Air baru mengajukan permohonan perubahan SOP pada 4 Januari 2019 untuk pelaksanaan 8 Januari 2019 atau H-2 hari kerja sebelum pelaksanaan.
"Maskapai tidak bisa seenaknya langsung memberlakukan kebijakan bagasi berbayar, mengacu pada Pasal 63 ayat (2) Permenhub 185/2015 seharusnya permohonan perubahan SOP yang diajukan pada Januari setidak-tidaknya baru bisa diberlakukan pada April," ujar David.
"Ini kan aneh, walaupun belum mendapatkan izin Kemenhub, Lion Air sudah mengumumkan ke publik akan memberlakukan bagasi berbayar pada 8 Januari 2019," tambahnya.
Menurut David, Kemenhub seharusnya memberikan sanksi bukannya menyurati Lion Air agar meminta izin terlebih dulu. Namun, Kemenhub justru malah mengabulkan izin tersebut. "Pelanggaran kok difasilitasi," katanya.
Lebih lanjut, David menilai bahwa frasa "paling lama" dalam pasal 63 ayat (2) telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena hal tersebut seolah-olah memperbolehkan permohonan perubahan SOP diajukan dalam waktu kurang dari 60 hari kerja.
David juga mendesak Kemenhub untuk merevisi frasa "paling lama" dalam pasal 63 ayat (2) Permenhub Nomor 185 Tahun 2015 menjadi "paling lambat" atau "tidak boleh kurang dari" agar ke depannya tidak menimbulkan ketidakpastian hukum terkait dengan tenggang waktu permohonan perubahan SOP.
"Kalau dengan frasa pengajuan persetujuan perubahan SOP diajukan "paling lama" 60 hari kerja sebelum SOP diberlakukan, itu sama saja Kemenhub membiarkan tindakan sewenang-wenang dari maskapai yang bisa mengajukan persetujuan perubahan SOP kapan saja," ungkap David.
"Kami mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan apabila tuntutan kami dalam somasi ini tidak ditanggapi dengan baik oleh Kemenhub," pungkas David.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno