Menuju konten utama

KJRI Jeddah Selenggarakan Program Pencatatan Pernikahan WNI

Banyaknya pernikahan siri WNI yang terjadi di Arab Saudi membuat Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah mengadakan program pencatatan pernikahan bagi pasangan suami istri (pasutri) yang telah menikah secara siri di sejumlah wilayah di Arab Saudi. KJRI Jeddah berharap program itu bisa menjadi salah satu sarana untuk memperoleh dokumen nikah yang sah dan tercatat secara hukum negara, sehingga dapat menekan praktik pemalsuan akta atau buku nikah.

KJRI Jeddah Selenggarakan Program Pencatatan Pernikahan WNI
(ilustutrasi) penikahan. Foto/tf subarkah.

tirto.id - Bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi yang belum secara resmi mencatatkan pernikahan yang mereka lakukan di negara kaya minyak tersebut, terdapat kabar yang cukup melegakan. Pasalnya, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah mengadakan program pencatatan pernikahan bagi pasangan suami istri (pasutri) yang telah menikah secara agama atau nikah siri, namun pernikahannya belum berkekuatan hukum, karena tidak tercatat pada instansi resmi yang dibuktikan dengan kepemilikan dokumen nikah yang sah.

Sebanyak 127 pasangan suami-istri WNI mengikuti program pencatatan pernikahan tersebut yang dilakukan melalui kerja sama dengan Pengadilan Agama Jakarta Pusat, demikian menurut keterangan pers dari KJRI Jeddah yang diterima di Jakarta, Senin (10/10/2016).

Kegiatan pencatatan pernikahan itu dilaksanakan selama tiga hari, yaitu pada 9-11 Oktober 2016, di Gedung Balai Nusantara Wisma Konjen RI Jeddah. Hingga berita ini ditulis, kegiatan itu telah dihadiri oleh pasutri WNI yang datang dari Jeddah, Mekkah, Madinah, Abha, Tabuk, Najran dan kota lainnya di wilayah kerja KJRI Jeddah.

"Sudah bukan rahasia lagi bahwa praktik nikah siri marak terjadi kalangan mukmin di Arab Saudi," ujar Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, M. Hery Saripudin, seperti dikutip dari kantor berita Antara.

"Praktik semacam ini menimbulkan konsekuensi yang dapat merugikan kaum perempuan dan anak yang dilahirkan karena tidak adanya kejelasan status pernikahan, yang berakibat pada ketidakjelasan status anak, hak waris, hak memperoleh nafkah, dan lain-lain, serta pegangan hukum yang kuat bagi istri."

Program pencatatan pernikahan yang diselenggarakan oleh KJRI Jeddah itu, menurut Hery, bisa menjadi salah satu sarana untuk memperoleh dokumen nikah yang sah dan tercatat secara hukum negara, sehingga dapat menekan praktik pemalsuan akta atau buku nikah.

"Hal ini sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya dokumen nikah yang sah, bermanfaat untuk membantu keperluan pihak-pihak terkait di Arab Saudi, dan memberikan ketenangan dan rasa aman dari sisi hukum karena memiliki dokumen nikah yang sah," kata dia.

Akan tetapi, Hery mengatakan, pasutri yang akan mengikuti program itu harus memenuhi persyaratan atau ketentuan, diantaranya, pemohon wajib menghadirkan saksi-saksi pernikahan atau pihak yang mengetahui pelaksanaan pernikahan, membuat pernyataan sedang tidak terikat perkawinan dengan pihak lain saat pernikahan, serta tidak dalam proses perceraian dengan pihak lain, baik di tingkat pertama, banding maupun kasasi.

Selain itu, pemohon yang masih berstatus lajang harus menunjukkan dokumen bukti status lajang, seperti pada kartu identitas. Sementara pemohon yang berstatus janda atau duda harus menunjukkan dokumen bukti cerai, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan menyerahkan dokumen yang dilegalisir oleh KJRI Jeddah.

Baca juga artikel terkait WARGA NEGARA INDONESIA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara