tirto.id - Kegaduhan di internal televisi pelat merah, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, kembali terjadi. Konflik panjang dan rumit antara Dewan Direksi dan Dewan Pengawas di tubuh lembaga ini memasuki babak baru.
Setelah Dewas memecat mantan Direktur Utama TVRI Helmy Yahya pada 16 Januari lalu, kini tiga direksi lainnya mengalami hal serupa. Tiga Direksi TVRI resmi dipecat oleh Dewas pada 11 Mei lalu.
Ketiganya adalah Apni Jaya Putra selaku Direktur Program dan Berita, Isnan Rahmanto selaku Direktur Keuangan Isnan Rahmanto, dan Tumpak Pasaribu selaku Direktur Umum.
Ketua Dewas TVRI, Arief Hidayat Thamrin, mengaku telah meneken Surat Pemberitahuan Keputusan Pemberhentian (SPRP) tiga direktur tersebut. Katanya, sejak SPRP tiga direktur diteken hingga keputusan pemberhentian tetap per 11 Mei lalu, kondisi internal TVRI jauh lebih kondusif dan tidak ada gangguan operasional siaran.
"Pemberhentian tiga direktur dilakukan demi memberikan kepastian hukum dan menjaga kondusivitas situasi internal TVRI dan kelancaran pelaksanaan penyelenggaraan LPP TVRI," kata Arief, Kamis (14/5/2020).
Ia membeberkan beberapa klaim perkembangan selama jajaran Helmy Yahya didepak: dari optimalisasi TVRI dalam membantu pemerintah terkait upaya penanggulangan wabah COVID-19 hingga memastikan tunjangan kinerja yang sudah mulai dibayarkan melalui optimalisasi anggaran yang ada dan mendapat apresiasi karyawan baik PNS dan non-PNS.
Arief mengaku manajemen baru telah berupaya maksimal fokus mengembalikan peran TVRI sebagai lembaga penyiaran publik, terutama di masa krisis saat ini untuk melawan pandemi COVID-19.
"TVRI selama masa darurat COVID-19 menyiarkan acara-acara penting termasuk acara kenegaraan. Misalnya pada Kamis, 14 Mei 2020, TVRI telah menyiarkan secara langsung acara Doa Kebangsaan yang dibuka oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo serta Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Ketua DPR RI Puan Maharani dalam acara tersebut telah hadir dan membacakan puisi doa bagi bangsa," katanya.
Pada 16 Januari lalu, Helmi Yahya dipecat terkait hak siar Liga Inggris. Sejak Helmy menjabat sebagai Direktur Utama TVRI banyak perubahan terjadi di lembaga penyiaran pelat merah itu.
Alasan lain pemecatan Helmy bisa terkait dengan mengubah citra dan siaran TVRI yang lebih kekinian. Namun, langkah itu diprotes habis-habisan oleh jajaran Dewas. Terutama masalah siaran Liga Inggris yang memicu utang.
Helmy pun menempuh langkah hukum. Ia menggugat surat pemecatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ketua Dewas TVRI Arief Terancam Didepak
Namun, di hari yang sama tiga direktur resmi dipecat, salah anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP, Charles Honoris malah mengatakan pihaknya telah mengeluarkan rekomendasi pemberhentian terlebih dulu terhadap Arief.
"Komisi I sudah mengeluarkan rekomendasi pemberhentian terlebih dahulu terhadap Ketua Dewas pada hari Senin 11 Mei 2020, sambil mengevaluasi kinerja anggota Dewas lainnya," kata Charles, Kamis (14/5/2020) lalu.
Charles menilai langkah Dewas TVRI menerbitkan pemecatan definitif terhadap tiga direktur TVRI kembali melanggar kesimpulan rapat dengan Komisi I DPR RI. Kesimpulan rapat saat itu meminta Dewas untuk mencabut Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) terhadap tiga orang itu.
Menurut Charles, langkah Dewas tersebut telah melanggar UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan melecehkan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Katanya, keputusan Dewas TVRI tersebut akan menjadi pertimbangan yang sangat serius bagi Komisi I DPR RI untuk segera melanjutkan evaluasi terhadap Dewas TVRI. Apalagi tim evaluasi Dewas sudah dibentuk.
Ditambah, pada Maret lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan banyak persoalan yang terjadi di TVRI, salah satunya soal Dewas TVRI yang bertindak melebihi kewenangan.
Merespons ucapan Charles, Arief mengklaim belum menerima surat resmi yang dimaksud. "Belum terima surat resmi," kata Arief.
Nasib TVRI Makin Tak Jelas
Ketua Komite Penyelamatan TVRI Agil Samal menilai langkah yang diambil Dewas dengan memberhentikan tiga direktur sekaligus justru akan memperparah situasi di dalam tubuh TVRI itu sendiri, khususnya terkait hal-hal administratif.
Salah satu contohnya, kata Agil, hingga saat ini TVRI tidak lagi mempunyai kuasa pengguna anggaran (KPA), karena beberapa direktur definitifnya telah diberhentikan. Hal tersebut membuat seluruh urusan keuangan akan macet alias mandek.
"Sebelumnya TVRI juga tidak mempunyai pengguna anggaran setelah Dirut definitif diberhentikan Januari lalu. Padahal asumsi Dewas bisa mendapatkan diskresi dari Dirjen Anggaran, tapi ternyata hal itu hanya bertepuk sebelah tangan saja. Dirjen Anggaran menolak mentah-mentah usulan Dewas untuk melakukan hal itu," kata Agil saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat (15/5/2020) siang.
"Jadi betul-betul TVRI tengah dihancurkan kembali oleh keempat Dewan Pengawas yang saat ini bercokol di TVRI," lanjutnya.
Agil juga sepakat dengan ucapan Charles bahwa Dewas TVRI telah melanggar UU MD3 dengan mengabaikan Komisi I yang bermitra dengan TVRI.
"Dalam konteks ini hanya satu Dewas yang bertindak rasional dan terukur, hanya Ibu Supra Wimbarti. Beliau melakukan dissenting opinion terkait pemberhentian tiga direksi," kata Agil.
Supra Wimbarti memang berbeda dari keempat Dewas yang lain. Saat rapat kerja dengan Komisi I, ia konsisten berbeda suara dan membela Helmy saat dipecat Januari lalu.
Dengan adanya surat rekomendasi pemberhentian Ketua Dewas TVRI, Agil menilai seharusnya Arief lebih mawas diri dan tidak sewenang-wenang.
"Rekomendasi pemberhentian Ketua Dewas ini disambut positif oleh karyawan. Kami berharap Komisi l mengevaluasi kembali keberadaan tiga Dewas lain yang ikut secara terstruktur dan terencana mengabaikan dan melecehkan DPR RI," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri