Menuju konten utama

Kisah Dirut Pos Indonesia Faizal Rochmad Lewati Krisis Ganda

Dirut Pos Indonesia, Dr. Faizal Rochmad Djoemadi merilis buku pertama di Indonesia yang membahas manajemen kepemimpinan di masa pandemi.

Kisah Dirut Pos Indonesia Faizal Rochmad Lewati Krisis Ganda
Direktur Utama Pos Indonesia Faizal Rocmhad Djoemadi (tengah) diapit Bagus Zidni Ilman Nafi (kiri) dan Yuswohady (kanan) dalam acara Book Talk & Ngopi Sore Bareng Cak Faizal di Pos Bloc, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2024). Foto: Tirto.id/Zulkifli Songyanan

tirto.id - Direktur Utama Pos Indonesia, Dr. Faizal Rochmad Djoemadi, M.Sc, meluncurkan buku “Thriving on Turbulence: Agile Leadership untuk Sukses Melewati Disrupsi” di area Pos Bloc, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2024).

Dalam acara “Book Talk & Ngopi Sore Bareng Cak Faizal” itu, Faizal menceritakan proses dan motivasinya menerbitkan buku setebal 406 halaman. “Buku ini ditulis pada masa pandemi, berisi pengalaman mengambil keputusan-keputusan eksperimental,” ungkap Faizal.

Tahun 2020, saat ditunjuk menjadi Direktur Utama Pos Indonesia, Faizal dihadapkan pada situasi yang pelik. Perusahaan tidak mampu mencetak profit, babak belur di hadapan kompetitor, dan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan kerap kali dinilai buruk.

Singkat kata, Pos Indonesia mengalami krisis ganda: krisis pandemi Covid-19 serta krisis bisnis dan keuangan.

Dalam situasi itulah Faizal cekatan mengambil keputusan-keputusan yang tidak populer, sekaligus belum jelas juntrungannya. “Dalam situasi turbulen, setiap keputusan adalah beta,” kata Faizal, eks Chief Digital Innovation Telkom.

Demi bangkit dari keterpurukan, hal pertama yang dilakukan Faizal adalah membangun Sense of Crisis. Saban hari ia mengabarkan fakta yang tidak enak didengar dan tidak enak dicerna, agar seluruh SDM memahami situasi yang sebenarnya.

“Kami kalah, sebab industri logistik yang saat pandemi mengalami tren kenaikan, tidak berimplikasi positif pada revenue Pos Indonesia,” sambung Faizal.

Setelah mengkomunikasikan krisis, Faizal lalu melakukan simplifikasi organisasi dan SDM. 90% kantor Sentral Pengolahan Pos (SPP) se-Indonesia ditutup, membuat berang orang-orang yang selama ini diuntungkan.

Faizal punya alasan meyakinkan: dari 33 SPP yang ada, hanya 7 yang aktif. SPP merupakan tempat penyimpanan sementara incoming barang impor yang melibatkan Bea Cukai. Area ini kerap menjadi sumber kebocoran karena selain dana operasional terbuang percuma, uang yang semestinya masuk kas negara lebih sering masuk kocek pribadi segelintir orang.

Faizal bercerita, dulu, jika ada barang masuk SPP, calo bertingkah. Mereka menghubungi pelanggan, meminta sejumlah uang dengan modus menawarkan potongan harga. Padahal, harga yang semestinya dibayarkan kepada negara jauh lebih murah daripada ongkos yang disetor ke calo.

“Sekarang, begitu barang datang, pelanggan dikirim SMS oleh sistem. Mereka diminta melakukan pembayaran lewat jalur resmi, lalu barangnya diantar. Dengan layanan seperti itu, pendapatan negara dari barang luar negeri naik hingga 31% pada tahun 2021. Pemerintah senang, demikian juga pelanggan,” papar Faizal.

Dirut Rasa Mandor

Dalam situasi krisis, seorang pemimpin mesti memastikan bahwa setiap kebijakan yang ia buat tersampaikan dan dilaksanakan dengan baik hingga level daerah. Naasnya, pandemi Covid-19 membuat Faizal tak bisa sering-sering bepergian melakukan pemantauan.

Masalah itu terpecahkan dengan kekuatan media sosial. Faizal meminta setiap kantor cabang membuat 5 akun media sosial. Setiap kegiatan kantor mesti diunggah via Facebook, Twitter, Instagram, LinkedIn, dan TikTok.

Dengan cara seperti itu, aturan-aturan sederhana seperti larangan untuk tidak membeli Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) demi menghemat anggaran bisa dilihat progres dan eksekusinya di halaman sosial media.

“Saat itu, karyawan Pos Indonesia diminta untuk membawa tempat minum sendiri. Kantor menyediakan air galon. Banyak karyawan tidak percaya bahwa jika mereka kedapatan melanggar, saya sendiri yang menegur. Saya terlihat lebih mirip mandor daripada seorang dirut,” kelakar Faizal.

Faizal menyebut transformasi sebagai kata kunci yang membuat Pos Indonesia relevan dengan kondisi hari ini. Di bawah kepemimpinan Faizal, Pos Indonesia melakukan transformasi di tujuh aspek: bisnis, produk, kanal, proses bisnis, teknologi, SDM, organisasi, dan budaya.

Salah satu transformasi yang bisa dinikmati publik hari ini adalah Pos Bloc, sebuah creative hub di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Dengan Pos Bloc, Faizal ingin menunjukkan wajah baru Pos Indonesia yang segar dan kekinian, jauh dari kesan tua dan ketinggalan zaman.

Sebelum beralih rupa menjadi ruang ekonomi kreatif pada tahun 2021, gedung Pos Bloc, berdiri sejak 1746, kondisinya terbengkalai.

“Pos Bloc dibangun untuk mempercantik properti milik Pos Indonesia agar Pos Indonesia makin dikenal anak muda. Setelah Jakarta, Pos Bloc berikutnya ada di Medan, Surabaya, dan Bandung. Jika tidak ada halangan, tahun depan di Makassar menyusul,” ungkap Faizal.

Lepas dari kisah-kisah yang dibagikan Faizal, pakar bisnis dan marketing, Yuswohady, menyebut kehadiran buku “Thriving on Turbulence” memberi sumbangsih bagi dunia leadership di Indonesia.

“Ini merupakan buku pertama di Indonesia yang membahas manajemen kepemimpinan di masa pandemi,” ungkap Yuswohady.

Baca juga artikel terkait FLASH NEWS atau tulisan lainnya dari Tim Media Service

tirto.id - Flash news
Penulis: Tim Media Service