tirto.id - "Yung, tolong itu nyalain mesinnya. Lagi enggak ada angin, kok, mati ya."
Ucu Sopian, 50 tahun, menyampaikan permintaan itu kepada Buyung, operator bianglala di pasar malam yang digelar di Desa Sumberjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, Sabtu malam (22/12/2018).
Malam itu, Ucu yang bosan di rumah, berkunjung ke pasar malam yang lokasinya berada di bibir pantai. Bukan hendak menjajal bianglala, melainkan sekadar mencari angin, mencari keramaian.
Kebetulan, Ucu mengenal Buyung. Ia pun memilih duduk di belakang bianglala, menemani Buyung berjaga, sambil menikmati segelas kopi.
Pasar malam di Desa Sumberjaya digelar dua kali setahun, di setiap bulan kemerdekaan dan setiap menjelang tahun baru. Seperti umumnya pasar malam, di sana puluhan pedagang menggelar lapak aneka dagangan, mulai dari makanan dan minuman, pakaian, aksesori, perabot dapur, hingga alat-alat elektronik. Untuk wahana permainan, selain bianglala, juga ada wahana mandi bola yang menarik perhatian anak-anak.
Ketika Ucu berkunjung, jam menunjuk pukul 21.20 WIB. Sampai saat itu, tak ada yang berbeda dengan malam-malam sebelumnya; tak ada angin kencang, tak ada hujan, tak ada gempa. Pendeknya, tak ada tanda-tanda bencana bakal datang.
Mesin dan lampu penerangan wahana kemudian menyala kembali. Ucu lanjut menyeruput kopi. Namun, tak berselang lama, belum lagi Ucu sempat menandaskan kopinya, puluhan warga, bapak-bapak, ibu-ibu, dan anak-anak, berlari panik ke arahnya.
"Ada ombak, ada ombak," kata anak-anak yang berlari.
Penasaran, Ucu lantas berlari ke arah pantai, memeriksa apa yang terjadi. Ucu terpana sesaat ketika menyaksikan tingginya ombak yang mengarah ke bibir pantai. Cepat-cepat ia balik badan, berlari sekencang-kencangnya. Saat itu, seisi pasar malam sudah redup redam.
Ucu berlari ke rumahnya yang berada di dekat masjid desa, meninggalkan sepeda motor kesayangannya di parkiran pasar. Saking takutnya, ia lepas sendal jepitnya dan berlari sekencang mungkin hingga beling menancap sendi-sendi jempol kaki kirinya.
Dengan kondisi sedikit pincang, Ucu selanjutnya membawa istri dan kakaknya ke masjid di dekat rumahnya dan naik ke lantai dua. Sementara anaknya, dari penuturan sang istri ia ketahui sudah kabur lebih dulu ke arah pegunungan bersama teman-temannya.
Satu hal yang membekas di ingatan Ucu malam itu adalah momen ketika ia menyaksikan Sekretaris Camat Cibitung, Pandeglang, tersapu gelombang tsunami dan langsung lenyap dari pandangannya.
"Sudah saya teriaki, 'Lari, Pak Hadi, lari!' Tapi Pak Hadi-nya malah ngambil motornya," kisah Ucu saat saya temui di depan toko kainnya, yang tak jauh dari kantor Desa Sumberjaya, Selasa (25/12/2018) siang.
"Saya teriaki, 'Jangan diambil, lari, aja, tapi dia tetap ngotot," sambung pria yang sehari-hari berdagang kain ini.
Luluh Lantak
Keesokan harinya, Minggu (23/12/2018) sekitar pukul 06.00 WIB, Ucu keluar rumah menuju pantai, melihat keadaan. Terjangan ombak yang mencapai radius 250 meter di malam sebelumnya, meluluhlantakkan Desa Sumberjaya yang berada di bibir pantai. Puluhan rumah, ruko, pasar, kantor desa, hingga tenda-tenda di pasar malam, habis semuanya.
"Paginya, waktu itu, mah, ketemu baru empat mayat di pasar. Bahkan di motor saya pun ada mayat, kayaknya itu bapak-bapak pegawai pasar malam," kata Ucu.
Ucu terlihat kalut mendapati tokonya yang hancur. Ia tak pernah membayangkan bencana tsunami menerjang desanya.
"Ya Allah, pokoknya jangan terulang lagi lah. Saya lihat ombak itu tinggi. Putih, bunyi rrrrrrrr kayak suara mesin pasar malam."
Menurut Wakil Kepala Desa Sumberjaya Saeful Bahri, ada 1.023 kepala keluarga yang tinggal di Desa Sumberjaya. Di desa ini, hingga laporan ini ditulis, diketahui 20 orang meninggal dan 30 orang luka.
"Hari pertama ketemu dua, ibu dan anak kecil. Kemarin Senin ketemu dua. Keadaan sudah meninggal semua," kata Saeful kepada saya di depan kantornya yang porak poranda.
Ada delapan lingkungan rukun tangga (RT) di Desa Sumberjaya yang terdampak tsunami Selat Sunda Sabtu malam itu. Rata-rata korban merupakan pengunjung pasar malam.
"Banyak korban di situ. Terutama anak kecil, orang tuanya yang lagi nunggu," lanjut Saeful.
Hampir semua desa di Kecamatan Sumur mengalami kerusakan parah akibat tsunami Selat Sunda. Namun, Desa Sumberjaya merupakan desa terdampak paling parah di Kecamatan Sumur, yang berada di ujung barat Pulau Jawa.
Mirisnya, posisi Desa Sumberjaya jauh dari wilayah-wilayah strategis di Pandeglang seperti Anyer atau Labuan. Keadaan itu membuat desa tersebut lama mendapatkan bantuan dan jangkauan media. Dari Anyer, misalnya, setidaknya butuh waktu 5 jam untuk menuju desa ini. Akses jalan yang hancur menjadi faktor lain lamanya perjalanan.
Untuk meringankan beban warga, Saeful berharap, pemerintah cekatan memenuhi kebutuhan listrik di desanya, karena hanya itu kebutuhan warga saat ini.
"Kami butuh listrik. Logistik sudah banyak dari kemarin."
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abul Muamar