tirto.id - Setelah masyarakat di sepanjang pantai Serang, Pandeglang, dan Lampung Selatan dihebohkan dengan isu tsunami, pada Sabtu (22/12) malam, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) balapan memberikan klarifikasi.
Melalui akun Twitter resminya @infoBMKG, pada Sabtu (22/12) malam, BMKG pun menepis adanya gempa yang berpotensi tsunami di Pantai Anyer dan sekitarnya.
“#BMKG tidak mencatat adanya gempa yang menyebabkan tsunami malam ini. Yang terjadi di Anyer dan sekitarnya bukan tsunami karena aktivitas seismik gempa. … Tetap tenang,”
Akhir cuitan tersebut dicantumkan emote ‘cool’ yaitu emoji yang tersenyum sambil mengenakan kacamata hitam. Namun, twit tersebut dihapus dan diupdate kalimat “sedikit ralat tweet sebelumnya, karena ada emoticon yang kurang pas dan ada penegasan pernyataan.”
Di akhir twitnya ditambahi simbol "minta maaf."
Namun, netizen sudah terlanjur protes terkait twit itu. Salah satunya dari akun @zeniaw yang mempersoalkan emoji itu. Bahkan akun tersebut melampirkan screenshot twit BMKG yang telah dihapusnya.
Protes serupa juga dilayangkan akun @zulfikar11_ saat BMKG mengoreksi pengumumannya. BMKG dinilai tidak akurat memberikan informasi terkait situasi kebencanaan di Pantai Anyer dan sekitarnya.
Hal serupa juga dilakukan BNPB pada Sabtu malam, melalui akun Twitter @BNPB_Indonesia. Inti pesannya adalah menegaskan jika kejadian yang terjadi di Banten dan Lampung bukan tsunami, tapi gelombang pasang.
Namun demikian, melalui akun Twitter pribadinya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meminta maaf karena adanya perubahan informasi yang disampaikan oleh BMKG sesuai analisis terbaru.
“Penyebab tsunami di Pandeglang dan Lampung Selatan adalah kemungkinan kombinasi dari longsor bawah laut akibat pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang pasang saat purnama. BMKG masih meneliti lebih jauh untuk memastikan penyebab tsunami.”
Mengapa Sutopo menggunakan akun pribadi dalam mengklarifikasi pernyataan BNPB?
Sutopo berpendapat akun yang milikinya itu memang diperuntukkan untuk membantu menyebarkan info bencana. Sedangkan akun @BNPB_Indonesia ialah akun yang resmi menyebarkan info bencana.
“Ini adalah akun resmi dan dikelola admin,” kata dia ketika dikonfirmasi reporter Tirto, pada Minggu (23/12/2018).
Sutopo menambahkan, BNPB secara cepat menyampaikan informasi bencana melalui medsos berdasarkan data dari kementerian dan lembaga terkait, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Kami tetap mengacu pada institusi yang menjadi leading sector. Misal soal tsunami, gempa, cuaca ekstrem mengacu pada BMKG. Longsor dan gunung api mengacu pada PVMBG, dan sebagainya,” kata Sutopo.
Karena itu, kata Sutopo, saat BMKG meralat soal pengumuman tsunami di Selat Sunda, maka lembaganya juga ikut meralatnya. Sebab, kata Sutopo, soal gempa dan tsunami, BNPB mengacu pada data BMKG.
Penjelasan BMKG
Terkait ini, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan kepastian soal terjadinya tsunami itu dikeluarkan setelah lembaganya mengecek dua tempat di Banten dan dua tempat di Lampung secara langsung.
Dalam pemeriksaan itu, kata Rahmat, BMKG mencatat adanya gelombang tsunami setinggi 0,9 meter.
Menurut Rahmat, perubahan informasi tsunami yang dikeluarkan lembaganya itu dilakukan karena BMKG tak mencatat adanya aktivitas tektonik sebelum gelombang air laut naik.
“Tapi karena tidak ada aktivitas kegempaan, kami simpulkan tsunami itu bukan akibat gempa bumi. Karena itu kami tidak memberikan warning, karena warning yang di-setting di kami adalah warning tsunami akibat gempa bumi tektonik,” kata Rahmat berdalih.
BMKG menduga, tsunami yang terjadi pada Sabtu malam itu terjadi akibat letusan Gunung Anak Krakatau.
“Kami identifikasinya ke sana, tapi kami belum informasikan secara detail karena beberapa hari lalu Gunung Krakatau juga aktif. Walaupun saat ini enggak aktif, kan, bisa jadi menimbulkan longsor kemarin malam,” kata Rahmat.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz