tirto.id - Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menyebut hasil Tim Pencari Fakta (TPF) Kematian Munir wajib diumumkan ke publik dinilai oleh sejumlah pihak sebagai sebuah momentum baru pengungkapan kasus Munir.
Siaran pers bersama oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Omah Munir, dan LBH Jakarta, Selasa (11/10/2016), menyebutkan, mereka melalui proses sengketa informasi mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus pembunuhan Munir (TPF Munir) kepada masyarakat.
Sebelumnya pada 27 April 2016, Kontras bersama dengan LBH Jakarta dan Suciwati, istri Munir Said Thalib, mendatangi KIP untuk mendaftarkan proses sengketa informasi. Sengketa informasi tersebut pun terdaftar dengan nomor register 025/IV/KIP-PS-2016.
Sidang KIP kasus Munir sudah enam kali bersidang dan pada Senin lalu, Majelis KIP Kasus Munir telah membacakan putusannya yang pada intinya telah mengabulkan permohonan dari Kontras dan LBH Jakarta yakni memerintahkan Pemerintah RI mengumumkan dokumen TPF Munir.
Melalui putusan ini, Komisi Informasi dinilai telah menjalankan tugasnya dengan baik dalam mendukung budaya keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah.
Putusan ini juga dapat menjadi momentum bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka kembali proses pengungkapan kasus Munir yang sudah tertunda hingga 12 tahun lamanya.
Oleh karenanya, Kontras dan LBH Jakarta mendesak agar putusan KIP terkait kasus Munir dipatuhi dan Presiden segera mengumumkan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir kepada masyarakat, serta menindaklanjuti kembali setiap fakta yang dicantumkan dalam dokumen hasil dari penyelidikan yang telah dilakukan oleh TPF Munir.
Sebelumnya, Presiden Jokowi berjanji menyelesaikan kasus-kasus narkoba dan kejahatan lain pada masa lalu yang belum tuntas, misalnya pembunuhan terhadap pejuang hak asasi manusia Munir Said Thalib.
"Ini juga memerlukan sebuah tindakan dan penegakan hukum yang tegas," kata Presiden Jokowi saat kepada sejumlah pakar dan praktisi hukum ke Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Pertemuan itu dimaksudkan untuk mendengar secara langsung masukan-masukan demi penyelenggaraan penegakan hukum di Indonesia yang lebih baik.
Presiden meminta masukan dari para pakar dan praktisi hukum mengenai penyelesaian kasus-kasus kejahatan narkoba dan hak aai manusia yang belum tuntas, serta penataan kembali aturan-aturan hukum yang bertumpang tindih.
Selain itu, ia juga meminta saran mengenai penataan lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia.
"Kami mohon rekomendasi untuk misalnya penataan lembaga kita baik di Polri, Kementerian Hukum dan HAM, mungkin juga di kejaksaan, dan juga di KPK sehingga penyelesaian-penyelesaian di bidang hukum kita ini betul-betul bisa menyeluruh, komprehensif, dan betul-betul bisa menyelesaikan masalah-masalah di negara kita," ucap Jokowi.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara