tirto.id - Peneliti di Indonesia harus memiliki kelihaian diplomasi untuk membina hubungan baik dengan negara lain. Kemampuan tersebut akan berguna dalam proses alih teknologi dari negara yang lebih maju.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain di sela-sela Pelatihan Diplomasi Sains di Depok, Jawa Barat, Rabu, (25/05/2016).
"Pentingnya diplomasi untuk berkompromi sehingga dalam bekerja sama (bidang ilmu pengetahuan dan teknologi) sampai batas tertentu kita bersepakat," kata Iskandar.
Ia mengingatkan, sebelumnya sempat terjadi kasus dimana kesepakatan transfer teknologi dalam pembuatan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan antar negara, masih terdapat beberapa ilmu yang tidak diberikan.
Transfer teknologi, menurut Iskandar, harus dirumuskan secara terperinci dalam proses negosiasi. Pada titik inilah peranan diplomasi para ilmuwan dibutuhkan.
"Persoalan apa yang mau dialihteknologikan apa yang mau ditransfer, itu tergantung bagaimana diplomasi kita. Bagaimana kita bersepakat dalam diplomasi itu," ujarnya.
Iskandar menyatakan, peneliti Indonesia selama ini hanya berfokus pada kegiatan penelitian saja."Peneliti non-sosial perlu kita tingkatkan kemampuan diplomasinya. Karena mereka tidak hanya melihat objek penelitiannya, tapi juga dampak penelitian dan apa manfaat yang diperoleh dari penelitian itu," tandas Iskandar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI Nur Tri Aries Suestiningtyas menjelaskan, pelatihan diplomasi bagi para peneliti dan staf LIPI diadakan setiap tahun sejak 2006 dengan menghadirkan narasumber yang berpengalaman di bidangnya.
"Tahun lalu kita undang dosen-dosen. Kalau sekarang mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal," pungkasnya. (ANT)
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra