tirto.id - Akhir Agustus lalu, Chase Robinson, salah satu petinggi di rumah produksi milik aktor Robert de Niro, dipecat karena terbukti melakukan binge watching di kantor saat jam kerja. Binge watching, istilah yang belakangan ini populer, merujuk pada praktik menonton sejumlah serial atau beberapa film secara berturut-turut terutama dari media DVD atau streaming.
Istilah binge watching muncul pada 2013 kala perusahaan layanan media, Netflix, melansir serial House of Cards dengan sistem menonton yang memungkinkan pemirsanya bisa terus menyaksikan episode tanpa harus menekan tombol apapun pada remote atau keyboard.
Para penonton juga tak perlu lama menunggu munculnya episode baru, juga membuang waktu menonton intro serial dan cuplikan episode sebelumnya--layanan yang tidak disediakan di tv kabel atau forum streaming lain enam tahun lalu.
Kemudahan-kemudahan tersebut membuat Netflix, perusahaan yang tadinya hanya bergerak di bidang distribusi DVD online, jadi laku keras. Hal tersebut dapat diukur dari besarnya dana yang dikeluarkan Netflix untuk memperbanyak konten. Variety mencatat, pada 2018 perusahaan tersebut mengeluarkan dana sekitar 13 miliar dolar untuk membeli lisensi tayangan yang hendak diputar pada situsnya.
Salah satu yang termahal adalah Friends. Netflix membeli lisensi serial yang populer pada periode 1990an tersebut dari rumah produksi Warner Bross senilai 80 juta dolar. Kendati belum ada data resmi terkait jumlah penonton Friends, tapi Ted Sarandos selaku kepala konten, mengatakan kepada Vulture bahwa serial berjumlah 236 episode tersebut adalah salah satu serial yang paling diminati di Netflix.
Asal tahu saja, Friends adalah serial yang akhirnya membuat Robinson dipecat. Mantan pegawai Robert de Niro itu menyaksikan 55 episode Friends hanya dalam waktu empat hari. Tak hanya itu, ia turut menonton 20 episode Arrested Development [durasi sekitar 50 menit per episode] dan 10 episode Schitt's Creek [durasi sekitar 20-30 menit per episode] juga dalam waktu empat hari.
Fakta mengejutkannya: orang seperti Robinson ada banyak di dunia ini. Dilansir Atlantic,hasil riset Netflix yang menyebut bahwa cara nonton maraton seperti Robinson setidaknya dilakukan lebih dari 3000 pelanggan mereka. Atlantic juga mewawancarai beberapa orang terkait cara menonton dan hasilnya, rata-rata dari mereka maraton dengan menyaksikan tiga sampai empat episode sekali tonton.
Netflix menilai hasil riset itu sudah cukup mencerminkan kebiasaan publik dalam menyaksikan serial secara live streaming.
Maraton Menonton dan Persoalannya
Bagi sebagian orang, maraton film dan serial adalah kegiatan yang direncanakan jauh-jauh hari. Sebagian lagi menganggap binge watching sebagai cara ideal untuk menyaksikan serial atau film favorit. Dan sebagian besar dari mereka tidak menganggap aktivitas menonton berjam-jam itu sebagai guilty pleasure. Sebaliknya, hal itu merupakan aktivitas yang membanggakan dan layak diunggah di media sosial seperti Instagram dengan tambahan hiasan berupa ragam stiker khusus bertema "binge watch".
Tradisi menonton televisi secara maraton pun sesungguhnya sudah terjadi sejak lama. Pada 1978, pakar media dan komunikasi, Arthur Asa Berger, mengungkap bahwa televisi telah menciptakan ketergantungan dan nyaris tidak ada yang bisa "sembuh" meski para penonton berupaya untuk menjauhkan diri dari kebiasaan tersebut.
Pada masa itu, Berger juga mengaitkan bagaimana pengaruh televisi terhadap pilihan publik dalam memilih para politikus. Menurutnya, hal yang membuat publik memilih politikus tidak hanya didasari pada program berita tertentu, melainkan juga dari seluruh rangkaian program yang ditampilkan dalam televisi.
Jake Pitre dalam A Critical Theory of Binge Watching turut menyatakan bahwa pada masa itu sudah muncul kekhawatiran soal efek negatif akibat terlalu banyak menonton televisi--hal yang sudah terjadi sejak televisi jadi benda yang selalu ada dalam rumah tangga.
Di era sekarang, para peneliti melihat bahwa maraton film dan serial menyebabkan gangguan tidur, kesepian, depresi, dan kecemasan. Temuan tersebut adalah hasil penelitian periset dari University of Michigan dan Belgium University of Leuven yang mengumpulkan 423 orang berusia 18-25 tahun.
Hasilnya: Delapan puluh persen dari mereka yang mengaku punya kebiasaan maraton film dan serial mengalami insomnia dan kelelahan. Riset lain menyebut, terlalu banyak menonton mengakibatkan seseorang kerap terbangun tengah malam, bangun terlalu pagi, hingga sulit kembali istirahat.
“Ketika kita terus menerus menonton, kita menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi otak karena kita duduk terlalu lama, mengisolasi diri dari berbagai aktivitas sosial, dan banyak menyantap makanan tidak sehat,” kata Randall Wright, neourologis dari Houston Methodist, Texas, seperti dilansir Psychology Today.
Sementara peneliti dari University College London, Daisy Fancourt, menyatakan kepada Healthline bahwa menonton lebih dari 3.5 jam berturut-turut bisa mengurangi kemampuan konsentrasi seseorang.
“Ada tayangan televisi yang memperlihatkan adegan yang ‘stressful’. Stres tersebut bisa mengurangi daya berpikir otak,” kata Fancourt kepada Healthline.
Reed Hastings, selaku pendiri Netflix bersama Marc Randolph, tidak menyangkal pendapat sekaligus hasil riset para pakar terkait dampak buruk maraton film, terutama mengenai persoalan tidur. Kendati demikian, ia justru mengatakan bahwa waktu tidur menjadi salah satu kompetitor utama Netflix.
"Anda mendapatkan acara atau film yang begitu ingin Anda tonton, lalu Anda akhirnya tidur larut malam. Jadi, [pada dasarnya] kami memang benar-benar bersaing dengan [waktu] tidur," ujar Hastings kala memberikan pidato di acara Summit LA, seperti dilansir Fast Company.
Ia lalu menambahkan: "Dan kami menang!"
Editor: Eddward S Kennedy