tirto.id - Saham Credit Suisse Bank, bank terbesar kedua di Swiss, anjlok lebih dari 20 persen pada Rabu, 15 Maret 2023, memicu kekhawatiran global terhadap pasar modal hingga adanya rencana penutupan 37 cabang Credit Suisse untuk menstabilkan keadaan dan kemungkinan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Saham Credit Suisse anjlok lebih dari 20 persen ini menjadi penurunan terendah sepanjang masa, tak lama dari ambruknya 3 bank ternama di Amerika Serikat, yakni Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank dalam beberapa waktu terakhir ini.
Melansir CNBC, 16 Maret 2023, krisis perbankan yang dialami Credit Suisse ini berdampak ke sejumlah aspek di Eropa. Sahamnya merosot mencapai 24,24 persen setelah investor utamanya, Saudi National Bank, mengatakan bahwa mereka tidak akan memberikan bantuan lebih lanjut kepada Credit Suisse karena alasan tertentu.
Selain itu, Credit Suisse juga dilaporkan mengalami kerugian terbesar di tahun 2021 dan 2022 setelah para nasabahya menarik uang secara besar-besaran seperti yang terjadi di Silicon Valley Bank yang menjadi salah satu penyebab bank di Amerika itu kolaps.
Meskipun demikian, Swiss National Bank (SNB) menyatakan akan memberikan bantuan kepada Credit Suisse guna meredakan kekhawatiran para investor. SNB juga menilai bahwa bank terbesar kedua Swiss itu memiliki permodalan yang baik.
Akan tetapi, dampak saham Credit Suisse yang anjlok lebih dari 20 persen itu, berdampak pada pasar-pasar Eropa yang tercatat menurun tajam hingga 7 persen. Bahkan beberapa saham bank dihentikan sementara dari perdagangan setelah mengalami kerugian besar.
Meski ambruknya Credit Suisse tak lama dari kolapsnya SVB maupun Signature Bank, hal tersebut disebut tidak ada kaitannya. Credit Suisse mengaku bahwa anjloknya saham bank tersebut diakibatkan oleh kelemahan material dalam proses pelaporan keuangan di tahun 2022 dan 2021.
Di tahun 2022, nasabah di Credit Suisse dilaporkan telah menarik dana sebesar 133 miliar dolar AS yang kemudian menyebabkan kerugian bersih tahunan di bank tersebut mencapai 7,9 miliar dolar AS, yang merupakan kerugian terbesar sejak krisis keuangan global di tahun 2008 silam. Sedangkan di tahun 2021, bank ini mendapat kerugian besar mencapai 1,7 miliar franc Swiss.
Credit Suisse Tutup 37 Cabang Di Swiss dan Kemungkinan PHK
Diberitakan AP News, pada hari Selasa, 14 Maret 2023, Credit Suisse mengatakan bahwa mereka berencana akan menutup 37 cabangnya di Swiss sebagai bagian dari paya merampingkan bisnis serta menyinggung kemungkinan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Pengurangan jumlah karyawan tidak dapat dihindari,” menurut sebuah pernyataan perusahaan Credit Suisse, dikutip AP News.
Akan tetapi, Credit Suisse mengatakan juga bahwa bahwa mereka sedang berkonsultasi dengan perwakilan karyawan, dengan tujuan mencari pekerjaan di dalam bank atau di tempat lain untuk sebanyak mungkin orang.
Credit Suisse sendiri memiliki sekitar 149 cabang di seluruh penjuru Swiss. Namun akibat anjloknya saham lebih dari 20 persen itu, membuat perusahaan mau tidak mau mengambil tindakan, salah satunya dengan menutup 30 cabang guna menstabilkan kondisi perusahaan serta memutuskan hubungan sejumlah pekerjanya.
Credit Suisse mengatakan bahwa mereka berharap dapat mengimplementasikan perubahan tersebut pada akhir tahun ini, mengurangi jumlah cabang di Swiss menjadi 109 dari 146 cabang. Sebagian dari pengurangan ini akan dihasilkan dari penggabungan anak perusahaan Neue Aargauer Bank di Kanton (negara bagian) Aargau bagian utara dengan bisnis utama Credit Suisse.
Selain itu, Credit Suisse juga mengatakan bahwa dalam dua tahun terakhir tercatat adanya peningkatan hingga 40 persen dalam penggunaan perbankan online di Credit Suisse di samping perhitungan penghematan biaya tahunan sekitar 110 juta dolar AS diberlakukan sejak tahun 2022.
Credit Suisse Akan Pinjam 53,7 Dolar AS dari Swiss National Bank
Diwartakan CNN, beberapa jam setelah Swiss National Bank (SNB) menyatakan siap membantu Credit Suisse, bank terbesar kedua di Swiss itu kemudian mengatakan akan meminjam dana hingga 53,7 miliar dolar AS untuk meyakinkan para investor bahwa bank tersebut masih memiliki uang tunai untuk bertahan dari gonjang-ganjing.
Selain itu, peminjaman dana yang akan dilakukan oleh Credit Suisse ini sebagai tindakan tegas guna memperkuat likuiditasnya.
"Likuiditas tambahan ini akan mendukung bisnis inti Credit Suisse dan para klien karena Credit Suisse mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menciptakan sebuah bank yang lebih sederhana dan terfokus yang dibangun berdasarkan kebutuhan para klien," ujar bank tersebut dalam sebuah pernyataan.
Credit Suisse yang didirikan sejak 1856 serta disebut sebagai bank global yang penting secara sistemik, menyatakan juga akan membeli kembali miliaran dolar dari utang mereka sendiri guna mengelola kewajiban dan biaya pembayaran bunga.
Saham Asia dan Rupiah Terimbas Merosot
Masih mengutip CNN, saham-saham Asia dikabarkan turun tajam pada awal hari Kamis, 16 Maret 2023, namun tak lama kemudian disebutkan berhasil bangkit kembali setelah aksi Credit Suisse yang didorong tekad agar memulihkan kepercayaan terhadap operasinya.
Sementara diberitakan Antara News, saham Asia terimbas merosot itu berbarengan dengan saham Credit Suisse anjlok lebih dari 20 persen serta para investor beralih membeli emas, obligasi, dan dolar sebab adanya ketakutan terhadap krisis perbankan.
Sedangkan di Indonesia, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Kamis, 16 Maret 2023, ikut terimbas merosot di tengah isu krisis Credit Suisse Bank yang mengalami anjlok saham dan kesulitan likuiditas.
Pada Kamis pagi ini, rupiah tercatat dibuka menurun 51 poin atau 0,33 persen ke posisi Rp15.433 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp15.382 per dolar AS.
Menurut pengamat pasar uang Ariston Tjendra, masalah Credit Suisse Bank itu memicu kekhawatiran terhadap pasar yang menilai bahwa krisis perbankan di Amerika Serikat akan menyebar ke Eropa sehingga pelaku pasar terdorong keluar dari aset berisiko serta masuk ke aset aman seperti emas dan dolar AS.
“Hal ini bisa mendorong pelemahan rupiah sebagai aset berisiko hari ini terhadap dolar AS,” ungkap Ariston dikutip Antara News.
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Dipna Videlia Putsanra