tirto.id - Kekalahan Jerman sebagai juara bertahan Piala Dunia dari Meksiko dengan skor 0-1 di pertandingan pertamanya bukan hal yang langka dalam Piala Dunia. Paling anyar, Spanyol sebagai juara Piala Dunia 2010 dipecundangi 5-1 oleh Belanda, yang sekaligus membalas kesumat pada final Piala Dunia Afrika itu.
Dalam riwayat Piala Dunia, tercatat juga bahwa dalam pertandingan pertamanya di fase grup, Argentina dikalahkan Kamerun pada 1990 dengan skor 1-0, dan Prancis dikalahkan Senegal pada 2002, juga dengan skor 1-0. Italia gagal menang dalam partai pertamanya di edisi 1986 dan 2010.
Dalam konferensi pers, Joachim Loew sempat memberikan penjelasan kenapa Jerman kalah. "Pada babak pertama kami bermain sangat buruk. Kami tak bisa menampilkan cara bermain seperti biasa, serangan dan umpan kami tidak efektif," ungkapnya.
Secara spesifik, Jerman lemah ketika menjaga jarak antarpemain. Dalam hal merespons serangan balik lawan, Mesut Ozil dan kawan-kawan pun kerap tidak melakukannya dengan baik.
"Kami tak efektif dalam menjaga jarak. Banyak serangan balik dan tentu kami harus berlari ke belakang. Kami sangat rapuh karena kehilangan bola saat menyerang dan hal itu menciptakan lubang," sambung Loew.
Sebab mendasar kekalahan Jerman dari Meksiko sepertinya sederhana: penurunan energi para personel yang masuk dalam tim pemenang. Dalam laga melawan Meksiko itu, sebagian besar pemain yang memenangi final Piala Dunia 2014 kembali turun. Ada keuntungannya, memang, tetapi juga ada kekurangannya.
Komposisi pemain yang cenderung sama dengan komposisi tim pemenang di ajang sebelumnya memberikan keuntungan karena para personel sudah memiliki pengalaman dan kohesi antarpemain sudah terbentuk sedemikian rupa. Hanya saja, kadang-kadang tenaga pemain sepakbola tidak bisa mengiringi gerakan pikiran dengan selaras.
Dalam laga versus Meksiko itu, ruang kosong di belakang Joshua Kimmich bisa dieksploitasi dengan mudah karena Sami Khedira kurang cepat turun untuk menambalnya. Ia kalah cepat dari Hirving Lozano, sayap PSV yang selain kencang larinya juga piawai mencetak gol.
Setelah kekalahan 1-2 dalam uji coba melawan Austria beberapa waktu lalu, Matt Hummels pernah mengeluh bahwa saat terjadi serangan balik dari lawan, sering kali hanya tersisa ia dan Boateng di belakang. Sebabnya tentu saja usia yang memengaruhi kecepatan Khedira.
Di depan, Mesut Ozil juga tidak lagi selentur empat tahun silam. ia tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai pembagi bola, dan justru lebih sering menyerahkan tugas itu kepada Toni Kroos. Padahal, Kroos lebih mirip pemain Spanyol yang punya paspor Jerman: kaya imajinasi penguasaan bola tetapi miskin penetrasi signifikan.
Namun, kendati kehilangan 3 poin dan harus tampil sebaik-baiknya saat lawan Swedia dan Korea Selatan. Kita tunggu saja apakah Joachim Loew akan menyadari kurangnya energi saat lawan Meksiko, dan menyuntikkan darah muda yang lebih bertenaga, misalnya dengan memasang Julian Brandt sebagai starter untuk mempercepat aliran bola saat menyerang.
Editor: An Ismanto