Menuju konten utama

Kemkominfo Pastikan Telegram Dapat Dinormalisasi Kembali

ISP diminta untuk memblokir 11 situs Telegram. Namun, Kemkominfo menyebutkan bahwa situs Telegram dapat normal kembali.

 Kemkominfo Pastikan Telegram Dapat Dinormalisasi Kembali
Ilustrasi aplikasi Telegram. FOTO/intmassmedia.com

tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah meminta Internet Service Provider (ISP) memblokir 11 situs yang dinilai mengandung konten ilegal. Perintah ini tertuang dalam sebuah rilis melalui surat elektronik bersubjek “271. [Sangat Segera] Penambahan Database TRUST+ Positif 14 Juli 2017”.

Dalam rilis tersebut, Kemkominfo meminta para ISP segera menambahkan daftar ke-11 situs tersebut ke dalam sistem filter mereka. Meski pemblokiran sudah terjadi, pihak Kemkominfo juga menyatakan bahwa Telegram dapat dinormalisasi kembali.

“Peraturan di kami ada mekanisme normalisasi. Kami akan intens berkomunikasi dengan Telegram. Kami sudah terima email dari mereka,” jelas Dirjen Aptika Kemkominfo Samuel Abrijani kepada Tirto, Minggu (16/7/2017).

Namun, Samuel belum bisa memberikan jawaban perihal mekanisme normalisasi yang dimaksud Kemkominfo terkait pemblokiran Telegram.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sebelumnya telah membenarkan adanya pemblokiran 11 situs Telegram karena mengandung konten radikalisme. Namun, Rudiantara juga memberi syarat kepada Telegram untuk membatalkan blokir tersebut dengan membuat standar operasional prosedur (SOP) guna menangkal konten-konten radikalisme.

"Yang kami minta kepada Telegram adalah membuat SOP itu untuk melakukan self filtering terhadap konten-konten radikalisme," kata Rudiantara di Hotel Aryaduta, Jakarta, Jumat (14/7/2017) malam.

Menkominfo kembali menegaskan bahwa hal tersebut menjadi salah satu syarat untuk membatalkan pemblokiran 11 Domain Name System (DNS) milik Telegram oleh ISP, yang dilakukan berdasarkan permintaan Kemkominfo.

Menkominfo juga mengaku sudah berupaya menemui CEO Telegram, Pavel Durov terkait dengan rencana pemblokiran situs itu, namun susah ditemui.

“Saya kejar CEO-nya, saya kirim Dirjen bicara, tapi Telegram susah. Telegram kalau komunikasi harus lewat web mereka,” ungkap Rudiantara. Ia pun menegaskan, pihaknya terpaksa melakukan pemblokiran karena tidak ingin mengorbankan banyak masyarakat karena terpapar konten radikalisme.

“Jangan korbankan masyarakat yang manfaatkan [situasi] untuk kepentingan dengan memberi konten negatif,” ungkapnya.

Rudi mengungkapkan pihaknya telah memberi “karpet merah” kepada tiga lembaga untuk menginisiasi pemblokiran terhadap situs-situs yang mengandung konten radikalisme dan terorisme. Ketiga lembaga itu adalah kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelejen Negara (BIN).

“Karpet Merah” yang dimaksud Rudi adalah kemudahan bagi tiga institusi tersebut dalam mengusulkan pemblokiran situs yang mengandung konten radikalisme dan terorisme. Artinya proses pemblokiran tidak perlu melalui penelitian tim Panel Penilai sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 90 tahun 2015.

“Proses pembatasan aksesnya (blokir) tidak berkepanjangan. Bisa cepat tidak perlu ke saya,” katanya menjelaskan.

Adapun sebelas DNS Telegram yang dikabarkan diblokir adalah t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.

Baca juga artikel terkait TELEGRAM atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Teknologi
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari