Menuju konten utama

Kemenkeu: Efisiensi Belanja Mampu Tahan Defisit Anggaran

Efisiensi belanja pemerintah dinilai bisa menjaga defisit anggaran agar tidak melebihi batasnya, yakni sebesar tiga persen terhadap PDB. Upaya itu bisa dilakukan apabila realisasi penerimaan tidak bisa mencapai potensinya dan kemungkinan membahayakan defisit anggaran yang pada semester I-2016 telah mencapai 1,83 persen terhadap PDB.

 Kemenkeu: Efisiensi Belanja Mampu Tahan Defisit Anggaran
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kiri). (Antara Foto/Hafidz Mubarak A)

tirto.id - Juru Bicara Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan efisiensi belanja pemerintah bisa menjadi salah satu cara untuk menahan defisit anggaran agar tidak melebihi batas yang diperkenankan oleh UU, sebesar tiga persen terhadap PDB.

"Efisiensi belanja berbeda dengan budget cut, karena kita tetap melaksanakan proyeknya, tapi harganya lebih murah karena ada negosiasi," kata Luky dalam pemaparan di Jakarta, Selasa (26/7/2017).

Luky mengatakan upaya itu bisa dilakukan apabila realisasi penerimaan tidak bisa mencapai potensinya dan kemungkinan membahayakan defisit anggaran yang pada semester I-2016 telah mencapai 1,83 persen terhadap PDB.

"Kalau asumsi, itu tidak berada dalam kontrol kita. Tapi kita akan jaga defisitnya, karena tidak mungkin juga penerimaan dan pengeluaran 100 persen, itu berarti tidak ada efisiensi. Maka, pesannya adalah kita melakukan efisiensi atau budget cut," katanya.

Luky menjelaskan menjaga defisit anggaran sangat penting dilakukan, karena selain merupakan amanat UU Keuangan Negara, kondisi itu yang membuat pengelolaan fiskal Indonesia hingga sekarang berjalan dengan baik.

"Kita telah memiliki disiplin fiskal dan bertekad menerapkan fiscal rule secara prudent, karena itulah yang membuat kita dalam 15 tahun, mampu menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 90 persen menjadi kisaran 27 persen saat ini," kata Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan ini.

Untuk itu, menurut Luky, pemerintah masih konsisten serta berhati-hati dalam menjaga risiko defisit anggaran, apalagi hal tersebut ikut membantu kinerja tata kelola APBN dan membuat kondisi perekonomian dalam keadaan stabil.

"Kalau dibuka, utang bisa melebar hingga 100 persen, nanti kita salah lagi. Risikonya bisa tidak terkendali, dan bisa mengarah ke krisis. Namun, kalau negara lain utangnya sudah mencapai PDB, kita masih aman kondisinya," katanya.

Baca juga artikel terkait EKONOMI

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari