tirto.id - Kementerian Keuangan meresmikan direktorat baru dalam Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu Direktorat Data Informasi Perpajakan serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Kehadiran dua direktorat ini pun diyakini menjadi salah satu upaya Kemenkeu untuk mendorong pembenahan pajak di lingkup bisnis digital atau e-commerce.
Peneliti pajak Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Mohammad Reza menilai pembentukan kedua direktorat itu tidak efektif. Menurutnya, ada masalah lain yang lebih urgen untuk diselesaikan dalam DJP sendiri yaitu perlunya pemisahan kewenangan.
“Saya pikir pemisahan kewenangan bisa lebih efektif dibandingkan bikin dua direktorat baru di bawah DJP. Ngapain direktorat itu dipisah. Itu gak efektif,” ucap Reza saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (9/7).
“Kita tunggu saja efektif gak bisa meningkatkan pajak dari e-commerce dan tax ratio-nya,” tambah Reza.
Reza menjelaskan wacana pemerintah untuk memisahkan DJP dari Kemenkeu seharusnya menjadi ide yang direalisasikan. Hal itu, kata Reza, lebih tepat ketimbang membuat dua direktorat baru di bawah DJP.
“Yang mengganggu itu DJP masih di bawah Kemenkeu. Dia tidak leluasa untuk bisa mengambil kebijakan sendiri. Jadi independen,” ucap Reza.
Berbeda dengan Reza, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menganggap pembuatan direktorat ini tak perlu dipermasalahkan. Ia menyebutkan bahwa hal ini adalah persiapan pemerintah untuk menyambut tahun 2020 ketika negara-negara menyepakati model perpajakan di lingkup e-commerce.
Menurutnya, kehadiran dua lembaga itu dapat memperkuat DJP dalam mengelola data. Di samping itu, kehadiran direktorat baru, kata Yustinus, dapat membantu perbaikan kemampuan IT Kemenkeu.
“Reorganisasi itu sudah didesain cukup lama. Arahnya kalau policy ikutin global. Pas 2020 akan ada kesepakatan suatu model peraturan menteri keuangan,” ucap Yustinus saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (9/7/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri