Menuju konten utama

Kemenkes: Tren Hipertensi Alami Peningkatan di Indonesia

Prevalensi hipertensi di Indonesia capai 34,1 persen pada 2018, dengan prevalensi tertinggi di Kalimantan Selatan sebesar 44,13 persen.

Kemenkes: Tren Hipertensi Alami Peningkatan di Indonesia
Ilustrasi Darah Tinggi. foto/istockphoto

tirto.id - Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan 2018 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tren hipertensi atau tekanan darah tinggi mengalami peningkatan di Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Elvieda Sariwati dalam temu media bertajuk “Peringatan Hari Hipertensi Sedunia”, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Kamis (12/5/2022).

“Hipertensi, obesitas, diabetes, stroke, dan ginjal kronis di Indonesia itu meningkat. Ini berdasarkan dari hasil Riskesdas tahun 2013 dan 2018, grafiknya meningkat,” ucap dia.

Masih menurut Riskesdas tahun 2018, Elvieda menyebut prevalensi hipertensi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Adapun kejadian hipertensi di negeri ini sebesar 34,1 persen tahun 2018, dengan prevalensi tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sebesar 44,13 persen dan terendah di Provinsi Papua sebesar 22,2 persen.

“Terkait dengan hipertensi, dari tahun ke tahun kita lihat hipertensi tuh terus meningkat,” ujar dia.

Sementara, berdasarkan data Our World in Data tahun 2021 dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2019, beber Elvieda, hipertensi, merokok, gula darah tinggi, serta obesitas menduduki 5 besar faktor risiko yang menyebabkan beban penyakit di dunia.

“Tekanan darah tinggi, merokok, gula darah tinggi, dan obesitas itu menduduki 5 besar faktor resiko yang memyebabkan beban penyakit di dunia. Tekanan darah tinggi, serta gula darah tinggi, dan obesitas ini juga merupakan penyakit tidak menular,” ungkap dia.

Di samping itu, Elvieda menuturkan persentase penyakit tidak menular (PTM) penyebab kematian terbanyak. Paling banyak adalah stroke 19,4 persen, kardiovaskular 14,4 persen, kanker 13,5 persen, serta diabetes melitus (DM) dan komplikasinya 6,2 persen. Untuk diketahui, hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular.

Lanjut dia, ternyata kardiovaskular merupakan penyakit yang memiliki pembiayaan kesehatan terbesar yaitu senilai Rp8,2 triliun (T). Diikuti dengan kanker Rp3,1T, stroke Rp2,1T, dan gagal ginjal Rp1,9T. “Pembiayaan juga ternyata kardiovaskular itu merupakan penyakit yang menekan pembiayaan terbesar juga,” kata Elvieda.

Menurut hasil survei, terang dia, hanya 3 dari 10 penderita PTM yang terdeteksi. Selebihnya tidak mengetahui bahwa dirinya sakit karena PTM dan tidak ada gejala serta tanda sampai terjadi komplikasi. Dari 3 penderita PTM tersebut, hanya 1 orang yang berobat secara teratur.

Masih berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, dia menjelaskan bahwa terdapat 91,2 persen orang yang menderita hipertensi namun tidak terdiagnosis dan hanya 8,8 persen yang terdiagnosis. Dari yang terdiagnosis itu, hanya 4,7 persen yang meminum obat secara rutin, 2,8 persen tidak rutin minum obat, serta 1,3 persen tidak minum obat sama sekali.

“Nah tentunya ini menjadi tantangan buat kita semua dalam penanggulangan hipertensi dengan komplikasinya,” ujar Elvieda.

Dia mengatakan alasan mereka tidak minum obat secara teratur yaitu karena merasa sehat 59,8 persen, tidak rutin berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) 31,3 persen, dan mengonsumsi obat tradisional 14,5 persen.

“Padahal kalau itu ternyata memang benar dia hipertensi dan merasa sehat, kemudian dibiarkan saja, ya lama-lama bisa terjadi komplikasi. Komplikasinya bisa stroke, bisa jantung,” tandas Elvieda.

Baca juga artikel terkait DARAH TINGGI atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - News
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri