tirto.id - Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto, menegaskan tidak ada alasan untuk mengundur pelaksanaan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016.
Menurut Pudji, pemerintah akan tetap menerapkan aturan baru itu pada 1 April 2017 mendatang meskipun sejumlah perusahaan transportasi online mengeluh dan meminta penerapannya diundur.
“Kalau dilihat dari jadwal kan sudah jelas itu. Enam bulan masa sosialisasi sudah, revisi juga (sudah). Hadirnya pemerintah adalah untuk penegasan. Kalau seperti ada yang tidak mau diatur ya itu lain persoalan lagi,” kata Pudji seusai memenuhi panggilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Jakarta pada Senin (20/3/2017).
Pudji menyayangkan sikap sejumlah perusahaan transportasi online, seperti Grab, Go-Jek, dan Uber yang meminta penangguhan atas Permenhub tersebut selama 9 bulan ke depan. Permintaan itu, menurut dia, semestinya sudah disampaikan saat ada uji publik hasil revisi Permenhub.
“Karena dari uji publik pertama, tidak ada itu permintaan atau catatan tertulis yang berkaitan dengan masalah tarif, kuota, dan lain-lain. Masukan-masukan ada, berkaitan dengan hal lain, tapi juga bukan dari perusahaan aplikasi,” ujar Pudji.
Dia mengimbuhkan, dalam dua tahap uji publik revisi Permenhub 32/2016, sikap perusahaan transportasi online hanya pasif. Mereka tidak banyak memberikan usulan perbaikan.
“Di uji publik kedua juga begitu, sehingga materi pun tidak bergeser. Bahkan di akhir uji publik kedua, baik dari perusahaan aplikasi maupun perusahaan taksi konvensional, mereka hadir tapi tidak memberikan komentar,” kata Pudji.
Dia menegaskan lagi, “Justru pengemudi taksi online yang meminta agar revisi Permenhub Nomor 32 ini segera dilaksanakan.”
Karena faktor perkembangan dari uji publik pertama ke kedua itulah, pemerintah memutuskan untuk mengambil sikap. Pudji menuturkan pengambilan sikap itu dipengaruhi oleh desakan publik.
“Jadi kalau ada pertanyaan, kenapa hanya dua kali (uji publik), dan lain sebagainya, ya dilihat saja substansinya sudah tidak ada lagi. Buat apa capek-capek?”
Anggota ORI, Alvin Lie menyatakan lembaganya menilai sikap pemerintah soal pelaksanaan revisi Permenhub 32/2016 sudah benar. Menurut dia sudah semestinya sektor bisnis transportasi online diatur.
“Kami melihat harus diatur. Kalau tidak diatur, akan jadi negara belantara lagi, semua berjalan sendiri-sendiri. Nanti bila terjadi kecelakaan atau apa-apa, tidak jelas penanggungjawabnya,” ucap Alvin.
Dia berpendapat kritik dari sejumlah perusahaan trasportasi online adalah hal wajar. Setiap regulasi, menurut Alvin, kerap memunculkan pihak yang puas dan merasa dirugikan.
“Tapi, paling penting adalah melindungi kepentingan publik. Publik bukan hanya pengguna jasa, juga mitra pengemudi dari perusahaan taksi online dan taksi konvensional,” kata Alvin.
Sebelumnya, pihak Grab, Go-Jek, maupun Uber telah menandatangani kesepakatan bersama pada Jumat pekan kemarin. Mereka meminta tiga dari sebelas poin revisi Permenhub 32/2016 dikaji ulang. Mereka juga mendesak pemerintah memberlakukan aturan baru itu ditangguhkan hingga sembilan bulan lagi.
Ketiga poin itu ialah rencana penetapan batas biaya perjalanan, kuota jumlah kendaraan, dan pengalihan surat kepemilikan kendaraan kepada badan hukum atau koperasi pemegang izin penyelenggaraan angkutan.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom