tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia berencana akan menghapuskan terminologi 'sekolah favorit' yang selama ini beredar di masyarakat.
Salah satunya dengan penerapan sistem zonasi untuk guru. Sebelumnya, zonasi diberlakukan untuk skema Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Pasalnya, menurut Direktur Jenderal (Dirjen) GTK Kemendikbud Supriano, hadirnya sekolah favorit membuat guru-guru menumpuk di sana. Sehingga sebarannya menjadi tidak merata. Karena itu, dengan sistem zonasi hal tersebut akan mulai ditata kembali.
"Ketika di dalam zona itu kami akan mapping dan kami lihat di mana ada yang menumpuk, maka akan kami salurkan ke sekolah yang kurang. Ini juga untuk mengurangi sekolah favorit," ujarnya dalam diskusi publik 'Profesionalisme Guru di Era Revolusi Industri 4.0' di kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019).
Lebih lanjut, menurut Supriano rasio guru di Indonesia sebetulnya cukup baik dengan angka rasio 1:17, tapi persoalan memang terletak pada pendistribusiannya.
Secara teknis, Supriano menjelaskan nantinya akan dilakukan pemetaan wilayah untuk dilihat berapa banyak satuan pendidikannya dan berapa jumlah guru yang ada di sana. Sekolah-sekolah yang kekurangan guru dalam wilayah tersebut, akan mendapat tambahan guru dari sekolah yang kelebihan guru.
Penerapan sistem zonasi bagi guru, dinilai Supriano sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas peserta didik, di tengah prediksi bonus demografi yang akan diterima oleh Indonesia. Sistem zonasi guru ini akan mulai berlaku, menurutnya, pada tahun ajaran baru nanti.
"Maka dari itu, guru perlu didistribusikan merata. Agar semua sekolah bisa menjadi favorit semua. Karena guru bisa menghasilkan output yang bagus," ujarnya.
Pada Februari 2019, Kemendikbud bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat untuk penugasan personel tentara pada satuan pendidikan di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan.
Sebanyak 900 prajurit dikirim ke Kalimantan Utara. Penugasan personel tersebut sebagai salah satu upaya Kemendikbud untuk menyelesaikan ketidakmerataan guru di daerah-daerah.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dhita Koesno