tirto.id - Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengklaim buku-buku agama Islam yang diterbitkan pada akhir Desember 2019 tidak akan menyeragamkan masalah Islam.
Ia mengatakan, pemerintah hanya akan mengangkat materi yang berkaitan visi beragama moderat. Mereka akan menghindari tema-tema pembahasan yang bersifat memecah belah umat seperti kontroversi tahlilan atau khilafah.
"Kita menghindari hal-hal seperti itu. Jadi tidak usah diangkat tema-tema yang berpotensi memecah belah umat tapi di pengayaan bisa saja," kata Amin di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta, Senin (11/11/2019).
Dalam konteks khilafah, Amin mencontohkan secara sejarah dan konteks khilafah secara kekinian. Dalam pandangan Amin, tidak sedikit masyarakat salah tafsir soal khilafah yang disampaikan kepada anak-anak. Ia menjelaskan, khilafah ada hingga keruntuhan pada tahun 1923. Kementerian Agama akan menjelaskan kalau konsep khilafah yang bersifat global sudah tidak mungkin di era modern.
"Enggak mungkin dong masa pemerintahannya di Indonesia meng-cover seluruh dunia. Itu kan mustahil. Itu sudah tidak relevan lagi, sudah tidak kontekstual lagi tapi itu pernah ada dalam sejarah Islam, dalam sejarah empiris peradaban islam pernah ada," Tutur Amin.
"Nah, itu nanti akan dijelaskan bahwa itu tidak berarti sekarang khilafah boleh karena dulu pernah ada," Kata Amin.
Amin mengatakan, pemerintah ingin agar pemahaman radikal maupun intoleransi bisa dicegah lewat peredaran buku Islam yang ditulis Kementerian Agama. Ia menjelaskan, pemahaman tersebut harus disampaikan sejak dini agar masyarakat tidak bersikap intoleran.
"Bahkan dari TK sudah harus diajari, diperkenalkan supaya ada pengalaman banyak supaya tidak dicekokin oleh pikiran-pikiran eksklusif, pikiran-pikiran yang intoleran, nah ini harus diantisipasi dari awal," Kata Amin.
Meski menghindari materi yang menimbulkan perdebatan, Amin mengatakan, pembahasan sensitif masuk dalam materi pengayaan pendidikan. Pada momen pengayaan, guru akan dibekali buku pengayaan sehingga menjelaskan secara komprehensif. Dengan demikian, murid dapat memahami secara utuh tentang kegiatan beragama tanpa menimbulkan semangat intoleransi.
"Jadi bukan berarti kita menghilangkan semuanya, tidak juga tapi memang serba harus bersinergi buku dan guru juga. Kalau buku bagus gurunya juga ini ya sama aja atau sebaliknya," Kata Amin.
Kementerian Agama akan menerbitkan 155 buku agama Islam untuk menangani masalah radikalisme dan intoleransi. Buku-buku yang ditulis oleh Kementerian Agama itu diklaim akan menumbuhkan konten agama moderat.
Selain menerbitkan buku, Kementerian Agama juga berhak menentukan buku agama layak atau tidak diterbitkan dan dikonsumsi publik. Komaruddin Amin selaku Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengklaim Kementerian Agama bisa memveto buku sesuai dengan UU nomor 3 tahun 2017 tentang Perbukuan.
Sebagai informasi, Pasal 6 ayat 3 UU Perbukuan menyatakan "Muatan keagamaan dalam Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 21 menjadi tanggung jawab menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama."
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri