Menuju konten utama

Keluarga Korban 1998 Minta PTUN Putuskan Jaksa Agung Bersalah

Pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM dinilai sebagai tindakan melawan hukum.

Keluarga Korban 1998 Minta PTUN Putuskan Jaksa Agung Bersalah
Sumarsih dalam acara Kamisan ke-501. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menjadwalkan sidang pembacaan putusan gugatan dari keluarga korban pelanggaran HAM tragedi 1998 terhadap pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Sumarsih, ibu dari salah satu korban penembakan pada 1998 bernama Wawan, berharap majelis hakim PTUN mengabulkan gugatannya.

“Kami berharap majelis hakim PTUN yang menangani kasus gugatan kami atas Jaksa Agung, mengabulkan permohonan kami semuanya. Itu harapan kami. Kalau ternyata harapan itu berbeda dengan realita, kalau besok keputusannya tidak mengabulkan permohonan kami, ya ini wajah hukum negara kita,” kata Sumarsih kemarin, Selasa (3/11/2020) sore.

Hal tersebut Sumarsih katakan saat diskusi daring “Putusan Gugatan Korban Semanggi I dan II terhadap Jaksa Agung RI” di Instagram.

Sumarsih mengatakan bahwa gugatan yang diajukan pada 12 Mei itu sudah berjalan sebanyak 22 kali persidangan di PTUN. Hal tersebut termasuk sidang pendaftaran dan beberapa kali sidang yang ditunda karena pihak Kejaksaan Agung belum siap.

Sumarih mengatakan bahwa dirinya dan pihak keluarga korban berharap bahwa putusan PTUN akan menjadi pintu masuk bagi tegaknya hukum dan HAM di Indonesia, termasuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Salah satu anggota tim kuasa hukum, Shaleh Al-Ghifari mengatakan bahwa pihaknya berharap hakim PTUN untuk mengabulkan salah satu isi dari petitum gugatan, yaitu pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat, sebagai tindakan melawan hukum.

Isi petitum lainnya, kata Ghifari, meminta Jaksa Agung Sanitia Burhanuddin untuk menyatakan peristiwa pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II harus merujuk pihak yang berwenang saat rapat kerja dengan DPR RI yang berikutnya.

“Di mana menurut putusan MK tahun 2007 dan UU No. 26 tahun 2000 adalah Komnas HAM, yang dapat menilai terdapat pelanggaran HAM yang berat atau tidak,” kata Ghifari dalam kesempatan yang sama.

Ghifari mengatakan apabila hakim PTUN mengabulkan gugatan mereka dan memutuskan bahwa Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melakukan tindakan melawan hukum, mereka akan menuntut Kejaksaan Agung memproses temuan investigasi Komnas HAM.

“Secara hukum akan jadi acuan dan rujukan dasar menuntut agar Pemerintah lebih bisa secara nyata mewujudkan janji-janji penuntasan pelanggaran HAM masa lalu. Agar semua selesai kasus-kasus. Mau menunggu apa lagi dan kapan lagi? Atau memang ingin menunggu keluarga korban meninggal?” kata dia.

Namun, apabila hakim PTUN tak mengabulkan gugatan tersebut, mereka akan mengambil langkah hukum lainnya ke Pengadilan Tinggi, bahkan kalau perlu ke Mahkamah Agung (MA).

“Kami upaya hukum terus,” tegasnya.

Pada 16 Januari lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan bahwa kasus Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat. Ia mengatakan itu saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI. Ucapan dia sontak bikin geger dan dikecam oleh para pegiat HAM dan keluarga korban.

Sumarsih dan Ho Kim Ngo, bersama para keluarga korban lainnya serta aktivis HAM menggugat Jaksa Agung Burhanuddin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 12 Mei lalu. Mereka menilai ucapan Burhanuddin saat rapat bersama DPR RI itu “menghalangi kepentingan keluarga korban untuk mendapatkan keadilan atas meninggalnya para korban Peristiwa Semanggi I dan II.”

Baca juga artikel terkait TRAGEDI 1998 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan