tirto.id - Duta Besar AS untuk PBB Samantha Power mengungkap depan negara anggota DK sebelum pungutan suara, kekerasan "yang mengerikan" di Juba, "sayangnya tak sempat diantisipasi sebelumnya" lantaran para pemimpin negara tak dapat bekerja sama dengan rakyat.
"Kami telah menerima laporan cukup mengganggu terkait sejumlah kekerasan di Equatoras, bagian selatan di Sudan Selatan, sehingga kita pada pekan ini mesti mewaspadainya karena kemungkinan insiden itu dapat meluas dan sulit dikontrol," terang Power.
"Jangan cepat mengira, kuasa itu ada di tangan kita, karena nyatanya tidak," tambahnya.
Perang warga pecah setelah Presiden Salva Kiir memecat wakil presidennya, Riek Machar pada 2013. Meski demikian keduanya sempat menyepakati perjanjian damai Agustus lalu, tetapi penerapannya cukup lambat.
Pertempuran antar pendukung Kiir dan Machar dikabarkan turut menggunakan tank dan helikopter, menyerang ibukota Sudan Selatan, Juba selama beberapa hari pada bulan ini.
Setidaknya 272 warga terbunuh sebelum akhirnya masing-masing pemimpin memerintahkan gencatan senjata.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, menanggapi insiden di Juba, mendesak DK-PBB untuk menguatkan misi perdamaian di sana.
Ia juga mendorong diberlakukannya embargo senjata dan sanksi bagi para pemimpin serta komandan militer yang menghambat penerapan kesepakatan damai pada Agustus lalu.
Pasukan perdamaian PBB telah ditempatkan di negara itu sejak merdeka dari Sudan, 2011. Ada sekitar 13.500 tentara dan polisi yang ditugaskan di sana.
Para pemimpin negara Afrika meminta DK-PBB mengizinkan penempatan pasukan keamanan kawasan demi memisahkan pihak yang berselisih di Sudan Selatan.
Machar sempat kembali ditunjuk sebagai wapres tahun ini, tetapi ia meninggalkan Juba usai pertempuran tersebut, mengatakan hanya akan kembali jika pasukan internasional dikerahkan untuk mendukung usaha pemisahan dengan tentara Kiir.
Akan tetapi, Kiir mengganti Machar dengan Jenderal Taban Deng Gai, mantan kepala negosiator oposisi yang sempat berselisih dengan Machar.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra