tirto.id - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung bertemu dengan Kejaksaan AS atau United States Department of Justice, Office Of Overseas Prosecutorial Development, Assistance, and Training.
"Tujuan audiensi dalam rangka kerja sama penanganan tindak pidana siber, khususnya berkaitan dengan forensik digital maupun mata uang digital (mata uang kripto). Salah satu bentuk kerja sama adalah melalui peningkatan kapasitas para jaksa di Indonesia," ucap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, via keterangan tertulis, Kamis (7/7/2022).
Aset-aset mata uang kripto ini hanya tercatat di dalam sistem, sehingga proses penyitaan memerlukan suatu atensi khusus, cara-cara tersendiri dalam proses penyitaan yang belum diatur dalam KUHAP. Kerja sama dua pihak ini telah terjalin selama lebih dari 17 tahun.
"Khususnya dalam peningkatan kapasitas para jaksa terkait penanganan perkara tindak pidana siber," sambung Ketut.
Di negara ini, meskipun dinamakan 'mata uang', aset kripto di Indonesia bukan alat pembayaran, melainkan sebuah alat investasi yang dapat dimasukkan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, mengutip kajian Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011, alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah uang Rupiah. Sebagai pengawas perdagangan aset kripto, Bappebti pada 17 Desember 2020, telah menandatangani Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto sebagai landasan hukum pertama untuk aset kripto.
Peraturan ini mencantumkan 229 jenis mata uang kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Peraturan tersebut juga membuka peluang bagi pedagang aset kripto untuk mengajukan usulan penambahan atau pengurangan jenis aset kripto kepada Bappebti.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri