Menuju konten utama

Kebocoran Gas Beracun Pada 1984 di India Tewaskan Ribuan Orang

Tragedi kebocoran gas di Bhopal, India, menewaskan ribuan orang. Menjadikannya sebagai bencana industri paling buruk di dunia.

Kebocoran Gas Beracun Pada 1984 di India Tewaskan Ribuan Orang
Header Mozaik Bencana Industri Terburuk. tirto.id/Tino

tirto.id - Pada pergantian hari tanggal 2 dan 3 Desember 1984, pabrik pestisida milik perusahaan Union Carbide India Limited (UCIL) di Madhya Pradesh, Bhopal, India, mengalami kebocoran gas.

Sekitar pukul 00:40 waktu setempat, produksi pestisida Sevin harus berhenti karena gas jenis Metil isosianat atau MIC tersebar dan bercampur dengan udara luar. Mendadak, jalan-jalan kota Bhopal dipenuhi warga yang berkerumunan sambil berlarian menghindari gas tersebut.

Dalam tubuh manusia, Metil isosianat bereaksi dengan cairan dan memaksa aliran darah terkumpul dalam pembuluh sempit dan menyebabkan jalur pernapasan mendadak tertutup. Gas itu termasuk golongan gas yang paling berbahaya di dunia.

Bhopal kala itu merupakan daerah permukiman kumuh yang padat. Menurut catatan resmi, sekitar 10 ribu penduduk tinggal dekat dengan pabrik UCIL. Satu hari sebelum kebocoran, sekitar 100 pekerja pabrik melapor untuk bertugas seperti biasa.

Menurut mereka, jadwal perawatan alat-alat produksi dilakukan siang harinya, sehingga sebagian besar tanggung jawab mereka hari itu hanya berjaga-jaga dan melakukan fungsi kontrol standar harian.

Pagi hari setelah kebocoran, seluruh wilayah permukiman kosong. Warga memenuhi klinik untuk mendapatkan perawatan, sementara ribuan jenazah diletakkan di jalan-jalan karena ruang jenazah klinik tak sanggup menampung. Masyarakat yang tersisa berbondong-bondong pergi ke luar wilayah untuk mencari perlindungan.

Seperti mimpi buruk, malam itu ribuan orang yang menghirup gas Metil isosianat langsung meninggal, sebagian lagi mengalami cacat permanen. Hampir 3800 korban meninggal di tempat.

Laporan Greenpeace (PDF) pada 2002 menyebutkan bahwa 8000 orang lainnya meninggal dalam waktu tiga hari setelah kebocoran, sementara lebih dari 500 ribu orang yang terjangkau gas mengalami luka-luka, cacat permanen, atau kemudian meninggal paada hari-hari berikutnya.

Tingginya jumlah korban dan efek jangka panjang yang parah itu membuat majalah The Atlantic menyebut bencana ini sebagai bencana industri paling parah di dunia.

Operation Faith

Tragedi ini utamanya disebabkan oleh beberapa kerusakan teknis dan kegagalan memenuhi prosedur keamanan minimum.

Pada siang hari 4 Desember 1984, pemerintah India bertindak cepat dengan mengirim Dr. Varadarajan, Director General of the Government's Council of Scientific and Industrial Research, ke lokasi kebocoran gas untuk menyelidiki penyebab dan mengambil langkah-langkah pengamanan.

Dia mendapat informasi mengenai lokasi penyimpanan Metil isosianat yang dibagi dalam tiga tangki raksasa dan dikubur jauh di dalam tanah. Tangki dengan kode E610 yang bocor itu rupanya menyimpan sebanyak 75 persen dari kapasitas maksimal. Jumlah itu melebihi batas yang semestinya hanya 50 persen.

Meski sebanyak 42 ton Metil isosianat sudah bocor, rupanya masih banyak sisanya yang terkubur di dalam tangki lainnya.

“Yang lebih mengagetkan, tangki E610 yang bocor bukanlah satu-satunya tangki. Ada dua tangki lain yang menyimpan Metil isosianat sekitar 30-35 ton,” kata Varadarajan dalam sebuah video dokumenter National Geographic.

Dalam penyelidikan tersebut, ditemukan fakta bahwa tangki penyimpanan Metil isosianat sempat dialiri 500 kilogram air yang menyebabkan tekanan bertambah sehingga gas mendesak keluar tangki.

Tiga lapis prosedur keamanan yang semestinya sanggup menahan kebocoran gagal menghambat penyebaran gas ke saluran ventilasi darurat, dan akhirnya mengalirkan Metil isosianat ke udara luar.

Salah satu faktor yang menunjukkan pelanggaran terjadi ketika salah satu tangki yang seharusnya dikosongkan untuk keadaan darurat justru diisi dengan Metil isosianat yang menyebabkan persediaan Metil isosianat berlebih.

Dr. Varadarajan yang menemukan kondisi itu memutuskan untuk menghabiskan sisa Metil isosianat sehingga menutup kemungkinan kebocoran lanjutan. Untuk itu, satu-satunya cara adalah dengan menjalankan operasional produksi pestisida menggunakan Metil isosianat. Di tengah ketidakpastian, mereka menyebut langkah itu sebagai Operation Faith.

“Kita tahu bahwa kita punya kompetensi untuk menjalankan misi menetralisir Metil isosianat, tetapi kita tidak pernah tahu kualitas Metil isosianat di dalam tangki. Kita hanya bisa percayakan saja,” ujarnya.

Rencana itu punya satu masalah utama: kapasitas produksi jauh lebih rendah dari persediaan Metil isosianat yang tersisa. Selain itu, menjalankan mesin pabrik akan membuka celah kebocoran lagi. Pasalnya, meski saat itu kedua tangki dalam keadaan stabil, para pekerja yakin bahwa beberapa saat sebelum tangki E610 bocor keadaan juga stabil seperti biasa.

Maka itu, langkah besar ini dipersiapkan sedemikian rupa. Helikopter pembawa air untuk meredam Metil isosianat yang mencapai udara sudah disiapkan. Di permukaan tanah, mesin-mesin pabrik diisolasi dengan sangat ketat untuk mencegah kemungkinan kebocoran.

Warga Bhopal yang tersisa tidak bisa mengandalkan kepercayaan untuk urusan hidup matinya. Semua orang yang mendengar rencana menjalankan pabrik itu langsung mengungsi, termasuk para pasien di klinik. Yang tersisa hanya mereka yang tak sanggup lagi berpindah tempat.

Operation Faith berjalan lancar. Union Carbide India Limited beroperasi dengan baik selama 7 hari dan seluruh persediaan Metil isosianat berhasil dikuras habis. Warga Bhopal pun kembali ke tempat tinggalnya dengan perasaan berkecamuk antara marah dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tugas Dr. Varadarajan dan tim penelitinya tidak berhenti sampai di situ. Setelah pabrik stabil mereka harus segera menyelidiki penyebab utama kebocoran.

Mereka menemukan tangki E610 tidak rusak meski lapisan semen pelindungnya retak. Hal ini menunjukkan bahwa ada zat lain yang bercampur dengan Metil isosianat sehingga suhu meningkat drastis.

Akhirnya diketahui bahwa selain 500 kilogram air, ada juga zat besi yang tercampur dengan Metil isosianat dan membuat reaksi kimia yang menyebabkan gas itu jauh lebih berbahaya lagi.

Menyelidiki Sabotase dan Standarisasi Industri

Warren Anderson, CEO Union Carbide India Limited menyampaikan pernyataan di depan publik beberapa hari setelah tragedi. Menurutnya, dengan kualitas keamanan maksimal dan prosedur ketat, peristiwa seperti itu hampir tidak mungkin terjadi. Ia mencurigai ada sabotase dan untuk memastikannya ia akan datang ke Bhopal.

Di samping itu, serikat pekerja yang mewakili para buruh di Union Carbide India Limited menginginkan ada andil investigator independen untuk mencari kebenaran. Mereka mengundang Michael J. Wright, direktur keamanan buruh pabrik di AS untuk mengambil peran tersebut. Sayangnya, otoritas di India menolak visa kerja Wright.

Wright akhirnya terpaksa masuk ke India dengan visa turis. Ia berhasil mendapatkan informasi dari para pekerja yang bertugas malam itu dan buku petunjuk operasional pabrik.

Berdasarkan temuan tim investigasi Dr. Varadarajan, Wright memutuskan untuk mempelajari skema operasional perusahaan dan langsung mencurigai unit proses yang terletak tepat di samping tangki E610. Kecurigaan itu terbilang logis karena unit proses yang terkadang tersumbat itu seperti biasa harus dibersihkan dengan cara menyemburkan air ke salurannya.

Wright mendapati bahwa penyemprotan air itu dilakukan tepat di malam tragedi itu terjadi. Ia mencurigai ada seseorang yang bisa dengan sengaja memindahkan plat besi penghalang air dan membuat aliran air besar masuk ke tangki E610.

Infografik Mozaik Tragedi Gas Bhopal

Infografik Mozaik Tragedi Gas Bhopal. tirto.id/Tino

Teori mengenai seseorang melakukan sabotase terbantahkan beberapa bulan kemudian. Penyelidikan yang lebih dalam menemukan bahwa perusahaan kala itu sedang mengalami masalah keuangan. Mereka salah mengukur jumlah permintaan produk sehingga mengalami kerugian cukup besar. Cara yang bisa diambil adalah dengan mengurangi ongkos produksi.

Hal inilah yang membuat biaya perawatan mesin dikurangi, biaya penerapan prosedur keamanan dipangkas, dan beberapa karyawan yang bertanggung jawab untuk menjaga operasional juga diberhentikan. Sejak awal 1984, langkah ini berhasil mengurangi biaya hingga 1.25 juta dolar AS. Namun akibatnya risiko produksi berlipat ganda.

Empat bulan setelah kebocoran itu Reuters melansir berita bahwa Union Carbide India Limited menawarkan uang sejumlah 7 juta dolar AS kepada Pemerintah India sebagai kompensasi. Jumlah itu jauh lebih rendah dari tuntutan senilai 3,3 miliar dolar AS yang diajukin Pemerintah India di pengadilan AS.

Upaya untuk mewujudkan keadilan bagi para korban berlarut-larut. Pada 1986, Union Carbide India Limited menaikkan nilai kompensasi menjadi 350 juta dolar AS.

Sementara itu, pemerintah India memberlakukan Undang-Undang Kebocoran Gas Bhopal pada Maret 1985 yang menyebutkan bahwa pemerintah akan bertindak sebagai perwakilan hukum bagi para korban.

Pada 1989 pemerintah menyetujui kompensasi senilai 470 juta dolar AS setelah pengadilan Bhopal mengeluarkan surat penangkapan terhadap Warren Anderson, CEO Union Carbide India Limited. Termasuk di dalam nominal kompensasi itu, 270 juta dolar AS dibayarkan oleh perusahaan asuransi.

Penyelesaian kasus itu membebaskan perusahaan dari semua kewajiban perdata dan pidana di masa depan dalam kasus tersebut.

Hingga awal abad ke-21, lebih dari 400 ton limbah industri masih ada di lokasi pabrik. Terlepas dari protes dan upaya litigasi yang terus dilakukan, tidak pernah ada usaha serius yang signifikan dalam membersihkan sisa-sisa limbah itu baik dari Dow Chemical Company yang mengakuisisi Union Carbide India Limited pada 2001 maupun dari Pemerintah India.

Padahal, pencemaran tanah dan air terus menimbulkan masalah kesehatan kronis dan cacat lahir di antara penduduk setempat.

Baca juga artikel terkait KEBOCORAN GAS atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Tyson Tirta
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh Pribadi