Menuju konten utama

Kebijakan DMO Minyak Sawit 30 Persen Dinilai Tak Tepat Sasaran

Kebijakan Mendag menaikkan kuota DMO minyak sawit jadi 30 persen dinilai tak menyelesaikan minyak goreng mahal di dalam negeri.

Kebijakan DMO Minyak Sawit 30 Persen Dinilai Tak Tepat Sasaran
Pekerja menata minyak goreng kemasan yang dijual di salah satu minimarket di Jakarta, Rabu (19/1/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Kementerian Perdagangan memutuskan untuk menaikkan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas minyak sawit menjadi 30 persen dari sebelumnya 20 persen. Kebijakan tersebut diambil Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat kebijakan DMO 20 tidak berdampak pada penurunan harga minyak goreng di dalam negeri.

Hampir sebulan usai kebijakan DMO dan DPO minyak goreng dilakukan, harga minyak goreng di berbagai daerah terpantau belum turun. Maka kebijakan untuk menambah DMO menjadi langkah lanjutan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.

Namun, kebijakan tersebut diprediksi tidak akan menyelesaikan permasalahan minyak goreng mahal di dalam negeri. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menjelaskan, para eksportir CPO yang tadinya patuh akan kewajiban DMO tentu akan kecewa dengan adanya kebijakan ini berpotensi meningkatkan penyelundupan minyak goreng ke luar negeri.

“Menurut saya, pemerintah menjadi terlalu jauh mengintervensi pengusaha ke ranah bisnis ya, saya kira kalau 20 persen itu kalau dioptimalkan, itu sudah bisa. Kan kalau ditambah jadi 30 persen ini akan membuat para pengusaha tidak patuh. Saya kira ini akan menjadi rentan untuk pengusaha malah justru akan semakin banyak tikus-tikusan jadinya sembunyi-sembunyi ya [penyelundupan], semakin ditekan semakin melawan, resistensinya semakin besar,” jelas dia kepada Tirto, Kamis (10/3/2022).

Rusli menjelaskan, permasalahan yang ada saat ini adalah bukan suplai di hulu melainkan distribusi di hilir. Terjadi permasalahan distribusi di hilir yang membuat harga minyak goreng yang dibeli dari hasil DMO dan DPO menjadi mahal. Hal tersebut yang seharusnya diselesaikan, bukan malah membuat produsen sawit enggan untuk memenuhi DMO dengan ditambahnya kewajiban kuota jadi 30 persen.

“Kan kalau Pak Mendag sudah menemukan ada permasalahan di hilir kenapa enggak diselesaikan di hilir aja, kenapa malah nambah pasokan dan membuat pemain yang di hilir ini bermain semakin banyak. Kan yang masalah di hilir ini belum ditemukan dan diselesaikan seharusnya diselesaikan dulu permasalahan distribusi yang ini. Bukan malah menambah DMO yang bikin pengusaha mikir dikasih hati malah minta jantung,” jelas dia.

Data dari Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa seharusnya dalam sebulan terakhir harga minyak goreng sudah turun. Hal tersebut terjadi karena minyak goreng yang saat ini terdistribusi adalah minyak goreng dari hasil DMO dan DPO yang harganya sudah dipatok dan disesuaikan untuk dijual secara eceran secara harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Pada 14 Februari - 8 Maret 2022 Kemendag mencatat, telah mendistribusikan 415.787 ton minyak goreng, volume tersebut setara dengan 72,4 persen dari total DMO yang telah terkumpul sejak 14 Februari 2022. Kuota tersebut didapatkan dari DMO dengan pemberlakukan DPO Rp9.300/kg untuk CPO dan Rp10.300/kg. Dari stok dan harga tersebut, seharusnya minyak goreng dengan HET yang sudah ditetapkan pemerintah sudah realisasi di pasar.

Kemudian per 8 Maret 2022 volume DMO yang telah terkumpul adalah sebanyak 573.890 ton atau 20,7 persen dari volume Persetujuan Ekspor (PE) produk sawit dan turunannya yang diterbitkan. Volume DMO tersebut terdiri atas 463.886 ton untuk DMO refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan 110.004 ton untuk DMO CPO.

Dalam kurun waktu 14 Februari sampai 8 Maret 2022, Kemendag telah menerbitkan 126 PE produk sawit dan turunannya kepada 54 eksportir dengan volume total 2.771.294 ton. Volume total tersebut terdiri atas 1.240.248 ton untuk RBD palm olein, 385.907 ton untuk RBD palm oil, 153.411 ton untuk RBD palm stearin, dan 109.843 ton untuk CPO.

“Pokoknya perlu ditertibkan permasalahan ini dan pemerintah perlu memastikan bahwa pasokan untuk minyak goreng terutama jenis curah tersedia di pasar jelang Ramadan karena kan ini konsumsinya 60 persen ya yang curah ini, harus segera diselesaikan,” jelas Rusli.

Sebelumnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memutuskan untuk menambah DMO menjadi 30 persen dari sebelumnya 20 persen.

"Kami tetapkan DMO menjadi 30 persen dan akan berlaku besok [hari ini]. Sehingga semua yang mengekspor minyak goreng mesti menyerahkan DMO 30 persen," jelas dia dilansir Antara.

Kebijakan tersebut diputuskan Kemendag mengingat masih terjadi ketidaklancaran distribusi minyak goreng di pasar-pasar dan untuk menjaga agar stok cukup bagi industri minyak goreng.

Menurut Lutfi, kebijakan itu akan berlaku hingga kondisi perdagangan minyak goreng menjadi normal atau hingga seluruh masyarakat mendapatkan minyak goreng dengan HET yang ditetapkan pemerintah.

Diketahui, HET minyak goreng curah yang ditetapkan yakni Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.

Baca juga artikel terkait DMO MINYAK GORENG atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri