Menuju konten utama

Kebiasaan Nasdem: Kader Kena OTT, Langsung 'Putus' Kemudian

Nasdem selalu memutus hubungan dengan kadernya segera setelah mereka tersangkut masalah. Bentuk hukuman ini tidak cukup.

Kebiasaan Nasdem: Kader Kena OTT, Langsung 'Putus' Kemudian
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memberikan sambutan saat pembukaan Pekan Orientasi Calon Anggota Legislatif Partai NasDem di Ancol, Jakarta, Sabtu (1/9/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/pd/18

tirto.id - Jika ada politikus Nasdem yang terjerat kasus korupsi, maka relasi mereka dengan partai akan segera berakhir. Mereka akan lekas dinonaktifkan baik dari kepengurusan atau bahkan keanggotaan partai.

Yang terkini terjadi pada Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, setelah terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (10/7/2019) lalu. OTT ini terkait dengan izin lokasi rencana reklamasi. Dari operasi itu KPK mengamankan uang senilai 6.000 dolar Singapura.

Nurdin diumumkan dicopot dari jabatan Ketua DPW Nasdem Kepri dua setelah terciduk. Surat keputusan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Johnny G Plate Ketua Umum Surya Paloh.

2017 lalu, Nasdem juga langsung memecat Amir Mirza Hutagalung sebagai Ketua DPD Nasdem Brebes pada hari yang sama dengan OTT KPK. Mirza diciduk di Jakarta dalam kasus suap Wali Kota Tegal Siti Mashitha Soeparno. Dia juga diberhentikan sebagai kader partai.

Nasdem melakukan hal serupa dalam kasus OTT Bupati Cianjur periode 2016-2021 Irvan Rivano Muchtar.

Kebijakan sejenis ini berbeda dengan, misalnya, Golkar dalam kasus Setya Novanto. Novanto tidak langsung diganti sebagai Ketua Umum meski kasus megakorupsi yang menjeratnya, e-KTP, begitu disorot publik. Golkar bahkan sempat berminat memberi pendampingan hukum tersangka kadernya seperti Idrus Marham dan Eni Maulani Saragih.

Tak semua kader yang terjerat diberhentikan, memang. Ada pula yang mengundurkan diri. Misalnya Bupati Lampung Tengah sekaligus Ketua DPW Nasdem Lampung Mustafa, yang ditetapkan KPK sebagai tersangka suap Februari 2018.

Bupati Mesuji, Khamami, juga memilih mundur sebelum dipecat. Dia adalah Dewan Pertimbangan DPRD Nasdem Mesuji yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK juga atas kasus suap proyek infrastruktur.

Menurut Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G Plate, partai langsung menonaktifkan Nurdin--meski KPK belum menetapkannya sebagai tersangka--juga beberapa nama lain yang disebut, karena Nasdem ingin jadi partai yang benar-benar bersih dan mendukung pemberantasan korupsi.

“Itulah bedanya kami. Mengambil langkah cepat,” katanya di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (12/7/2019). “Kami mendukung penuh pemberantasan korupsi dengan proses yang prudent,” tambahnya.

Tidak Cukup

Lalu, apa hukuman seperti ini cukup? Jika pertanyaan ini diajukan ke KPK, bisa jadi jawabannya adalah tidak.

Dalam beberapa artikel di situs resmi, KPK menyoroti bahwa korupsi bukan hanya perkara integritas individu/masing-masing kader saja. Ini juga terkait dengan bagaimana partai itu dijalankan. Buktinya, mereka merasa perlu membahas penyempurnaan UU Partai Politik.

Korupsi juga bukan perkara individu semata karena ini sangat terkait dengan biaya politik di Indonesia yang tinggi. Sementara partai, di sisi lain, masih kesulitan mengumpulkan dana. “Besarnya biaya operasional partai dikhawatirkan akan membuka peluang terjadinya korupsi.” tulis KPK.

Oleh karena itu, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, Nasdem--dan tentu saja partai-partai lain--semestinya melakukan evaluasi internal, bukan sebatas memecat yang tersandung perkara. Dengan evaluasi, potensi kader korup dapat diminimalisir.

“Apalagi kader Nasdem punya peran penting di Kejaksaan Agung (Jaksa Agung adalah politikus Nasdem, Muhammad Prasetyo). Kan sangat baik jika evaluasi internal untuk mencegah korupsi itu,” kata Ujang kepada reporter Tirto.

Namun Sekjen Nasdem Johnny G Plate tak sepakat dengan pandangan bahwa korupsi adalah perkara struktural. Dia menegaskan, semua kasus korupsi yang menjerat kadernya adalah “tindakan perorangan.” Karena itu pula dapat dipahami mengapa pemecatan dianggap solusi yang tepat.

“Makanya kami harus tegaskan ini. Kalau ada tindakan perorangan, maka ada reward dan punishment [juga] pada perorangan. Tidak bisa diandaikan ini tindakan perorangan jadi tindakan partai,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait PARTAI NASDEM atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino